Markus 8:11-13
Lalu muncullah orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari-Nya suatu tanda dari surga. Maka mengeluhlah Ia dalam hati-Nya dan berkata: “Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.” Ia meninggalkan mereka; Ia naik pula ke perahu dan bertolak ke seberang.
***
Manusia adalah makhluk simbolik, homo symbolicum, sehingga dalam kehidupannya tidak bisa lepas dari yang namanya simbol atau tanda, mulai dari gerak/bahasa tubuh, gambar, sampai dengan angka. Simbol atau tanda mengandaikan ada yang disimbolkan atau ditandakan. Sewaktu kita kecil, ketika orang tua meletakkan jari telunjuknya di depan mulut, itu pertanda bahwa kita harus diam, tidak boleh berisik. Alam pun mengisyaratkan aneka macam tanda. Ketika langit mulai mendung dan cuaca mulai membuat kita gerah, itu pertanda bahwa akan segera turun hujan. Masalahnya, tidak semua orang peka untuk memahami dan menangkap makna di balik tanda-tanda itu.
Begitulah yang terjadi dalam bacaan Injil hari ini. Orang Farisi meminta dari Yesus suatu tanda dari surga, padahal tanda itu sudah ada di tengah-tengah mereka. Sangat disayangkan bahwa mereka tidak mampu menangkap keberadaan Yesus sebagai tanda kehadiran Mesias yang berasal dari Allah. Karena kebebalan pikiran dan ketertutupan mata hati, orang-orang itu tidak mampu memahami makna terdalam dari tanda yang mereka lihat. Ketidakpekaan mereka membuat Yesus “geregetan”.
Saudara-saudari yang terkasih, kepekaan untuk melihat tanda dan menangkap makna di balik tanda bukanlah sesuatu yang sekali jadi. Ini membutuhkan proses latihan yang panjang. Seorang seminaris, misalnya, dilatih dan dibiasakan menulis refleksi setiap hari untuk belajar menyadari kehadiran Tuhan dan memahami kehendak-Nya dalam peristiwa hidup sehari-hari. Sekali lagi, kepekaan membutuhkan proses latihan. Kita pun juga harus mau bertekun dalam proses latihan ini. Mari kita belajar melihat segala sesuatu di sekitar kita, bukan hanya dengan mata fisik, melainkan juga dengan mata hati, agar mampu menembus maknanya yang terdalam. Kita refleksikan: Apa makna dari peristiwa itu? Tuhan hendak berbicara apa dengan itu? Apa yang menjadi kehendak dan rencana Tuhan di balik peristiwa-peristiwa nyata dalam kehidupan kita?