Markus 4:26-34
Lalu kata Yesus: “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba.”
Kata-Nya lagi: “Dengan apa hendak kita membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah hendaknya kita menggambarkannya? Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya.”
Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri.
***
Karena dijajah oleh bangsa Romawi, kebanyakan orang Yahudi mengharapkan seorang Mesias yang membebaskan dan memerdekakan mereka secara sosial politik. Itulah tanda nyata bahwa Allah mereka berkuasa dan memerintah sebagaimana dahulu kala. Kebanyakan murid Yesus juga berharap bahwa Yesus adalah Mesias politis seperti itu.
Mengubah pandangan dan pola pikir yang sudah membeku sungguh tidak mudah. Karena itu, dengan pelbagai cara Yesus menjelaskan dan menghadirkan Kerajaan Allah yang berbeda. Manusia harus diyakinkan bahwa Kerajaan Allah berasal dari Allah, bukan dari manusia ataupun agama! Allah memerintah dunia dan manusia dengan cara-cara yang mengejutkan dan tidak terduga. Beberapa segi darimisteri itulah yang dijelaskan Yesus dengan bantuan dua perumpamaan kecil dari dunia pertanian yang merupakan konteks nyata para pendengar-Nya.
Perumpamaan pertama berbicara tentang benih. Perhatikan bahwa si petani hanya aktif di awal dan di akhir, waktu menabur dan saat menunai. Di antara dua titik itu, si petani pasif. Ia tidur dan bangun tanpa menyadari apa yang terjadi. Justru benihlah yang aktif bertumbuh dengan sendirinya. Inilah pesan yang pertama: Allah turun tangan jika kita bersedia lepas tangan. Bukan berarti apatis atau bermalas-malasan, sikap yang dimaksud adalah percaya bahwa Allah tengah aktif dan bekerja. Tugas Anda dan saya hanya satu, yakni terus menabur benih firman-Nya. Benih Kerajaan Allah yang Yesus wartakan dan kita lanjutkan itu pasti bertumbuh dengan sendirinya. Pertumbuhan itu di luar kontrol dan pemahaman kita. Tak seorang pun mampu memperlambat atau mempercepat proyek Allah!
Saat panen pun bukanlah urusan kita. Itu pesan yang kedua. Benih yang sudah matang itulah yang menentukan kapan saatnya ia harus dipanen. Ini jelas dari frasa “apabila buah itu sudah cukup masak” yang secara harfiah berbunyi “apabila buah mengizinkannya”. Masa tuaian tidak ditentukan oleh perhitungan dan kalkulasi manusia, tetapi oleh buah itu sendiri. Manusia hanya dapat menunggu dengan berharap dan percaya bahwa Kerajaan Allah akan sepenuhnya terjadi.
Perumpamaan kedua menekankan segi yang lain. Biji sesawi sebesar satu milimeter dapat menjadi pohon setinggi dua sampai tiga meter. Benih Kerajaan Allah di dunia ini tampaknya kecil dan sepele. Namun, kalau ditanam di tanah yang baik, ia akan bertumbuh menjadi besar dan mampu menaungi semua orang yang menyambutnya.
Inilah pesan yang ketiga: Janganlah kita takut karena berstatus minoritas di tengah agama lain atau di tengah dunia mayoritas yang semakin sekular. Tidak perlu kecewa karena pewartaan yang kurang berhasil secara kuantitatif. Ketidakpahaman, penolakan, bahkan kegagalan dalam pewartaan kita adalah bagian dari kesuksesan Allah sendiri di akhir. Ketika Anak-Nya dahulu ditolak oleh mayoritas orang Yahudi, Injil-Nya justru terbuka dan menyebar ke pelbagai suku dan bangsa. Hal yang sama berlaku untuk anak-anak-Nya sepanjang zaman. Kelambanan orang untuk menerima, ketidakpahaman mereka untuk mengerti, bahkan penolakan manusia atas pewartaan kita pastilah mempunyai fungsi dan maksud dalam karya besar Allah yang akan disempurnakan oleh-Nya sendiri.