Markus 2:23-28
Pada suatu kali, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum, dan sementara berjalan murid-murid-Nya memetik bulir gandum. Maka kata orang-orang Farisi kepada-Nya: “Lihat! Mengapa mereka berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Jawab-Nya kepada mereka: “Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu — yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam — dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya?” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.”
***
Yesus hari ini mengkritik sikap legalistik orang Farisi. Mereka sangat kaku dalam menerapkan aturan-aturan keagamaan. Sikap kaku ini mengikis rasa kemanusiaan mereka. Yesus mengingatkan orang-orang itu bahwa hukum ada untuk manusia. Ia menginginkan agar mereka menyadari semangat tersebut. Aturan hendaknya dilaksanakan dengan penuh kesadaran, sehingga sikap “taat secara buta” harus dihindari.
Situasi masyarakat kita sekarang ini agaknya sering kali berbanding terbalik dengan keadaan zaman Yesus. Di tengah masyarakat, berkembang kecenderungan kuat untuk melanggar aturan. Kita sering mendengar perkataan nyeleneh seperti ini, “Aturan dibuat untuk dilanggar.” Tidak heran ketika ada aturan dibuat, banyak orang kemudian berusaha mencari celah yang memungkinkan mereka untuk melanggarnya tanpa hukuman. Akibatnya, melanggar aturan seolah-olah menjadi hal yang lumrah dan wajar.
Yesus menyadarkan kita bahwa aturan ada untuk manusia. Aturan dibuat untuk menata hidup kita supaya lebih baik. Apalagi kita ini adalah makhluk sosial, makhluk yang hidup dalam kebersamaan. Oleh karena itu, kita membutuhkan aturan untuk mengelola kehidupan bersama. Mari kita belajar taat dengan menyadari kebaikan-kebaikan yang terletak di balik aturan-aturan yang ada.