Yohanes 1:35-42
Pada keesokan harinya Yohanes berdiri di situ pula dengan dua orang muridnya. Dan ketika ia melihat Yesus lewat, ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah!” Kedua murid itu mendengar apa yang dikatakannya itu, lalu mereka pergi mengikut Yesus. Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu berkata kepada mereka: “Apakah yang kamu cari?” Kata mereka kepada-Nya: “Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?” Ia berkata kepada mereka: “Marilah dan kamu akan melihatnya.” Mereka pun datang dan melihat di mana Ia tinggal, dan hari itu mereka tinggal bersama-sama dengan Dia; waktu itu kira-kira pukul empat. Salah seorang dari keduanya yang mendengar perkataan Yohanes lalu mengikut Yesus adalah Andreas, saudara Simon Petrus. Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: “Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus).” Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: “Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).”
***
Beberapa waktu lalu, ada seorang pemuda yang live-in di komunitas kami. Ia sudah cukup mapan secara ekonomi, tetapi merasa gelisah dengan hidupnya. Di saat bersamaan, ia merasa tertarik dengan hidup membiara. Ia mengatakan bahwa ketika berbicara dengan para imam dan kaum religius, ia merasa antusias dan bersemangat. Menanggapi sharing tersebut, saya bertanya, “Sesungguhnya apa yang Anda cari di biara?” Ia terdiam cukup lama, lalu meminta waktu untuk merenung. Rupanya pertanyaan itu sungguh mengusik dirinya.
Yesus bertanya kepada Andreas dan temannya, “Apakah yang kamu cari?” Pertanyaan ini bukan sekadar basa-basi, melainkan ajakan untuk merenungkan hidup mereka. Kedua orang itu kemudian menyadari bahwa kerinduan hati mereka adalah tinggal bersama Yesus. Yesus pun dengan terbuka menerima mereka. Tindakan mereka masuk dan melihat tempat tinggal tidak saja berarti keduanya melihat rumah Yesus, tetapi juga menggambarkan bahwa mereka mengerti isi hati dan pikiran-Nya. Itulah yang memikat mereka, sehingga Andreas berkata bahwa ia telah menemukan Mesias.
Berbeda dengan Andreas dan temannya, Samuel justru sudah tinggal bersama Tuhan di dalam rumah-Nya (bacaan pertama hari ini, 1Sam. 3:3b-10, 19). Namun, ia tidak menyadari kehadiran Tuhan karena belum mengenal-Nya secara mendalam. Setelah dipanggil sebanyak tiga kali, berkat bimbingan Imam Eli, Samuel menyadari bahwa Tuhanlah yang memanggil dirinya.
Kedua kisah di atas menegaskan bahwa panggilan itu bersifat personal. Tuhan memanggil kita dengan berbagai cara sesuai keadaan kita. Sayang, kita sering terjebak dalam rutinitas harian. Ibarat robot, kita menjalani aktivitas kita secara mekanis. Akibatnya, kita kurang menyadari kehadiran Tuhan dan panggilan-Nya. Karena itu, kita perlu berhenti sejenak dan bertanya kepada diri kita sendiri, “Apa sih yang saya cari dalam hidup ini? Apakah tinggal bersama Yesus termasuk di dalamnya?” Dengan begitu, kita bisa mendengarkan suara Tuhan secara lebih jelas. Kita pun bisa menanggapi panggilan-Nya dan menjalani hidup kita secara berkualitas.