Yang Letih dan Berbeban Berat

Rabu, 9 Desember 2020 – Hari Biasa Pekan II Adven

304

Matius 11:28-30

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.”

***

Hari ini Yesus menyampaikan seruan kepada semua yang letih lesu dan berbeban berat. Mereka diajak untuk datang kepada-Nya. Melihat konteksnya, yang Ia maksudkan adalah orang-orang Yahudi yang letih lesu karena harus melaksanakan begitu banyak peraturan yang diajarkan oleh para ahli Taurat.

Berdasarkan kitab Taurat, para ahli Taurat telah merumuskan 613 peraturan yang harus ditaati oleh orang Yahudi. Segala aspek kehidupan telah diatur dengan hukum. Jangankan melaksanakannya secara penuh, menghafalkannya pun sudah menjadi hal yang sulit. Banyaknya peraturan yang harus ditaati itu membuat mereka seperti orang yang sedang memikul beban berat. Jadi, beban berat itu ialah Hukum Taurat dan masih ditambah lagi dengan apa yang dibebankan oleh orang Farisi (Mat. 23:4; bdk. 5:17-18).

Jika orang-orang datang kepada Yesus, Dia akan memberikan kelegaan kepada mereka. Kelegaan yang dimaksud tidak berarti orang boleh hidup bebas mengikuti keinginan sendiri. Yesus meminta mereka untuk memikul kuk atau gandar yang dipasang oleh-Nya. Kuk adalah kayu melengkung yang dipasang di tengkuk lembu untuk menarik bajak, pedati, dan sebagainya. Para rabi Yahudi biasa menjadikan kuk atau gandar sebagai kiasan untuk Hukum Taurat (Zef. 3:9; Rat. 3:27; Yer. 2:20; 5:5).

Seperti itulah kuk yang dipasang Yesus kepada orang-orang yang datang kepada-Nya. Kuk yang dimaksud Yesus adalah melakukan apa yang dikehendaki Allah dalam Hukum Taurat. Pada dasarnya, hukum ini mengajarkan agar orang mengasihi Allah dan mengasihi sesama dengan hati yang tulus. Kalau orang melakukan sesuatu demi Allah dan sesama terdorong oleh kasih, mereka akan melakukannya dengan rasa gembira dan tidak merasa terbebani. Demikianlah kuk yang dipasang Yesus itu menyenangkan dan ringan.

Yesus tidak berlaku seperti para pemimpin agama Yahudi yang merasa diri sebagai pemilik seluruh pengetahuan. Mereka hanya sibuk memperhatikan apakah umat taat mematuhi segala kewajiban hukum sampai sedetail-detailnya. Berbeda dengan itu, Yesus menaruh perhatian kepada orang-orang yang menderita di bawah kuk hukum. Karena lemah lembut dan rendah hati, Ia membuang cara ahli Taurat yang mempergunakan Taurat sebagai dasar untuk membuat peraturan-peraturan lain yang lebih terperinci. Hal ini justru membuat orang hanya sibuk memikirkan peraturan dan membuat sikap keagamaan mereka cenderung formalistis. Akibatnya, orang tidak lagi memahami apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah.