Lukas 19:41-44
Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.”
***
Yerusalem adalah pusat keyahudian. Di sana, Raja Daud menegakkan takhtanya. Di sana pula ada Bait Allah, di mana setiap tahun orang-orang Yahudi berkumpul untuk merayakan Paskah. Namun, Yesus dalam bacaan Injil hari ini meramalkan kehancuran Yerusalem. Kota itu akan mengalami kehancuran karena hati mereka yang bebal. Mereka selalu saja melawan Allah. Mereka membunuh para nabi dan utusan-utusan Allah yang dikirim untuk menyampaikan kehendak-Nya. Yesus bahkan pernah menyebut sendiri, “Tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem” (Luk. 13:33). Apa yang dikatakan Yesus terbukti benar di kemudian hari. Pada tahun 70, tentara Romawi di bawah pimpinan Titus meluluhlantakkan kota itu.
Saudara-saudari sekalian, kekerasan hati kita sering menyebabkan Tuhan sedih. Kekerasan hati itulah yang menyebabkan kehancuran diri kita sendiri. Karena itu, kalau kita mau bertobat, mulailah dengan melembutkan hati. Mari kita buka pintu hati kita supaya sabda Allah bisa masuk ke sana dan mengubah kita dari dalam. Itulah yang akan menjadikan kita pribadi yang lebih baik.
“Pengalaman adalah guru yang terbaik,” demikian kata orang bijak. Mari kita belajar dari pengalaman Yerusalem. Kehancuran kota itu adalah peringatan bagi kita. Jangan sampai kita hancur karena hati kita yang keras. Mari kita memperbarui diri kita sendiri. Kita belajar untuk rendah hati mendengarkan orang lain. Kita mohon bantuan Roh Kudus supaya menerangi kita dalam melihat kekurangan yang perlu diperbaiki dan dosa yang perlu diakui.