Lukas 14:1, 7-11
Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama.
Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: “Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat darimu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”
***
Bacaan pertama hari ini (Flp. 1:18b-26) berisi kesaksian Paulus ketika dipenjara, yang diceritakannya kepada jemaat Filipi. Kepada mereka, Paulus menyatakan sukacitanya, sebab ia yakin bahwa sesudah semua kesulitan itu, ia akan selamat berkat pertolongan Kristus sendiri. Paulus menegaskan bahwa ia tidak pernah merasa malu karena dipenjara dan mengalami penolakan-penolakan. Justru dengan itu tumbuh pikiran dan penghayatan bahwa Kristus dimuliakan dalam dirinya. Demikianlah Paulus menegaskan kesatuannya dengan Kristus, yang dihayatinya dengan sungguh berkat iman dan pengalaman pribadinya akan Dia.
Hidup dan mati Paulus adalah demi Kristus dan kemuliaan-Nya. Bagi Paulus, hidup berarti mewartakan Kristus, sementara mati pun ia lihat sebagai suatu keuntungan. Hidup dan mati dalam Kristus, itulah pilihan tunggal dan satu-satunya bagi Paulus. Dengan ini, Paulus meneguhkan jemaat agar tetap kuat dan kokoh dalam tantangan dan cobaan. Kepada mereka, ia menceritakan perasaan batinnya yang penuh iman, kerendahan hatinya untuk berkorban dan melayani Kristus, keyakinan dirinya yang luar biasa akan penyertaan Kristus, sukacitanya karena menderita demi Kristus, juga komitmennya terhadap Kristus baik dalam kehidupan maupun dalam kematian. Paulus sungguh-sungguh memberi kesaksian akan penghayatan iman yang mantap dan mendalam. Meskipun berhadapan dengan tantangan, kesulitan, dan penderitaan, imannya akan Kristus tidak goyah sedikit pun.
Sementara itu, Yesus dalam bacaan Injil hari ini berbicara soal kerendahan hati, pengorbanan diri, dan kesediaan menjadi pelayan bagi Allah. Di hadapan para pendengar, Yesus mengingatkan agar mereka tidak berusaha mencari hormat, tidak berhasrat untuk dihormati, dan tidak menuntut untuk dilayani sebagai orang terhormat. Ia mengajak setiap orang untuk berlomba-lomba menjadi pribadi yang memberi prioritas bagi orang lain. Setiap orang hendaknya mau berkorban dan menghapus keinginan untuk dihormati, dipuji-puji, diakui, dan diperlakukan secara istimewa. Mengejar tempat duduk terdepan dalam pesta perkawinan hanya akan membuat seseorang mendapatkan tempat paling belakang.
Dirangkum menjadi satu, kedua bacaan hari ini mengajak kita untuk belajar menjadi pelayan. Menjadi pelayan berarti siap memberi prioritas, mendahulukan, dan mengutamakan orang lain. Menjadi pelayan berarti siap berkorban secara tulus, rendah hati, tidak mengutamakan diri sendiri, tetapi memberi yang terbaik untuk orang lain, bahkan yang paling kecil sekalipun. Orang yang melayani selalu memikirkan orang lain terlebih dahulu sebelum berpikir tentang dirinya. Orang yang melayani tidak mencari penghormatan, tidak menuntut pengakuan, tidak ingin dipuji, tidak pula berpura-pura. Ia melakukan itu semua dengan tulus; ia menyerahkan diri seutuhnya untuk sesama.