Lukas 13:1-9
Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. Yesus menjawab mereka: “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya daripada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.”
Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: “Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!”
***
Di akhir pekan ini, Yesus mengundang kita untuk melihat hidup yang kita jalani. Yesus mengajak kita berefleksi: Apakah hidup kita berbuah? Bagaimana kualitas buah yang kita hasilkan?
Setiap pribadi pasti bisa menghasilkan buah. Tidak ada manusia yang tidak bisa berbuah. Ada tidaknya buah memang tergantung dari usaha dan keseriusan kita masing-masing. Tuhan sudah memberi kita potensi untuk itu.
Inilah beberapa contoh hidup yang berbuah: Guru yang mendidik murid-muridnya dengan tekun, pengusaha yang memberikan upah yang menyejahterakan para karyawan, katekis yang memberi inspirasi bagi para katekumen, anggota DPR yang memperjuangkan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab, dan masih banyak lagi.
Buah selalu “keluar,” dalam arti bisa dinikmati oleh pihak lain, tidak hanya untuk diri sendiri. Jika dibagikan, buah bisa dirasakan kesegaran dan manfaatnya oleh banyak orang.
Buah ini tidak perlu dibayangkan sebagai sesuatu yang spektakuler dan mendapat tepuk tangan banyak orang. Cobalah kita ingat ayah dan ibu kita sendiri. Orang tua yang dengan tekun menemani perjalanan hidup kita, mendidik dan mengembangkan kita, adalah jalan hidup yang berbuah. Karena itu, “buah” di sini bukanlah prestasi atau kehebatan, melainkan bagaimana hidup kita membawa rahmat bagi sesama.
Mari kita mohon rahmat Tuhan agar hidup kita merupakan hidup yang berbuah, hidup yang menghadirkan rahmat bagi banyak orang.