Jalan Diskresi

Jumat, 23 Oktober 2020 – Hari Biasa Pekan XXIX

222

Lukas 12:54-59

Yesus berkata pula kepada orang banyak: “Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi. Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi. Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?

Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar? Sebab, jikalau engkau dengan lawanmu pergi menghadap pemerintah, berusahalah berdamai dengan dia selama di tengah jalan, supaya jangan engkau diseretnya kepada hakim dan hakim menyerahkan engkau kepada pembantunya dan pembantu itu melemparkan engkau ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.”

***

Yesus menegur orang banyak karena mereka dapat membaca tanda-tanda alam, tetapi tidak peka membaca tanda-tanda batin dan tanda-tanda zaman. Paus Fransiskus juga pernah menegur umat karena pandai membaca tanda-tanda naik turunnya indikator ekonomi, tetapi tidak peka membaca tanda-tanda ketidakadilan, sehingga banyak gelandangan mati kelaparan. Sebagai anak didik Ignatius Loyola, Paus Fransiskus dengan ini menghadirkan jalan diskresi.

Kata “diskresi” sering digunakan orang, tetapi sayangnya dengan makna yang berbeda. Di koran sering kali diwartakan bahwa lembaga pemerintah atau lembaga keamanan membuat diskresi. Saya tidak yakin itu sungguh diskresi. Bisa jadi yang dimaksud adalah pertimbangan sesaat untuk kepentingan politis tertentu. Di salah satu video pelarangan beribadah umat Kristen oleh warga setempat dikatakan bahwa aparat keamanan melarang umat beribadah atas dasar diskresi keamanan dan ketertiban. Apakah tindakan melanggar UUD 1945 pasal 29 pantas disebut diskresi? Saya ragu.

Jangan sembarangan menggunakan kata “diskresi,” sebab itu akan merusak maknanya yang luhur. Diskresi berasal dari bahasa Latin discernere dan discretio yang artinya “memilah-milah.” Ketika berdiskresi, kita sungguh menimbang-nimbang dalam keheningan berbagai pilihan, situasi, dan kemungkinan yang ada. Kita berdialog secara jujur dengan Tuhan, mendengarkan apa yang Ia kehendaki. Karena itu, mustahil diskresi bisa dilakukan dalam perdebatan sengit atau debat kusir, mustahil pula bisa dilakukan ketika kepentingan politis campur aduk di dalamnya.

Jalan diskresi adalah angin segar yang dibawa Paus Fransiskus demi pembaruan Gereja Katolik. Kita sudah terlalu lama menjadi umat yang pasif, yang enggan berusaha menimbang-nimbang apa yang baik untuk perkembangan Gereja. Apakah kita mengamati keseimbangan penggunaan keuangan Gereja untuk acara ibadat dan program pemberdayaan sosial? Apakah kita mengamati peran serta umat dalam hidup komunitas? Apakah kita mengamati berjalan atau tidaknya proses regenerasi dalam Gereja? Tiga contoh pertanyaan tersebut menggambarkan beberapa situasi aktual yang dihadapi Gereja pada zaman ini. Apakah kita berani berdiskresi, melihat dengan sungguh-sungguh bagaimana Roh Kudus menuntun perjalanan Gereja?

Diskresi dapat dilatih dan dipelajari. Mari kita bersama-sama berlatih dan mempelajarinya. Komunitas dan paroki bisa mulai mengajak umat untuk belajar berdiskresi. Semoga dengan itu, pembicaraan-pembicaraan kita menjadi pembicaraan yang diskretif, bermutu, dan tidak menjadi omong kosong atau debat kusir yang tidak bermanfaat.