Memaknai Diri sebagai Sahabat Mempelai

Jumat, 4 September 2020 – Hari Biasa Pekan XXII

180

Lukas 5:33-39

Orang-orang Farisi itu berkata pula kepada Yesus: “Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum.” Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa, sedang mempelai itu bersama mereka? Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”

Ia mengatakan juga suatu perumpamaan kepada mereka: “Tidak seorang pun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk menambalkannya pada baju yang tua. Jika demikian, yang baru itu juga akan koyak dan pada yang tua itu tidak akan cocok kain penambal yang dikoyakkan dari yang baru itu. Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula. Dan tidak seorang pun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru, sebab ia akan berkata: Anggur yang tua itu baik.”

***

“Apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” Apa maksud perkataan Yesus tersebut? Dalam perenungan saya, Yesus dengan itu hendak menggugah kesadaran kita sebagai sahabat mempelai. Sahabat-sahabat mempelai hendaknya memiliki hati yang seperasaan dengan sang mempelai. Ini mengindikasikan bahwa mempelai adalah seorang yang sungguh bermakna dan berarti bagi mereka.

Terkadang, sebagai orang Katolik, kita kurang menyadari bahwa kita ini adalah sahabat dari sang Mempelai, yakni Yesus sendiri. Melalui bacaan Injil hari ini, kita diajak untuk menyadari identitas kita sebagai sahabat-Nya. Sudah semestinya kita mengenal siapa Dia, bagaimana Dia hidup, apa saja nilai-nilai hidup-Nya, juga bagaimana kita harus memosisikan diri sebagai sahabat-Nya.

Marilah hari ini kita bangkitkan kembali identitas kita sebagai sahabat Yesus. Sahabat berarti pribadi yang mengenal secara dekat dan mendalam. Karena itu, semoga kita semakin menyerupai dan sejiwa dengan Yesus, sahabat kita.