Dwikasih sebagai Inti Sari Hukum Taurat

Jumat, 21 Agustus 2020 – Peringatan Wajib Santo Pius X

470

Matius 22:34-40

Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”

***

Dari 613 aturan dalam Taurat, ada 365 larangan dan 248 perintah. Para rabi Yahudi sendiri sering berdiskusi  mencari “induk” dari semua aturan itu. Jadi, pertanyaan kepada Yesus kali ini bukanlah hal yang baru. Mereka hanya ingin menguji kedalaman pemahaman dan tafsiran-Nya tentang Taurat. Yesus tidak saja menafsirkan Taurat secara tepat, tetapi juga memerintahkan agar Taurat itu ditaati, bahkan sampai pada hal yang terkecil. Jadi, pembaca kiranya tidak perlu heran melihat Yesus mengombinasikan Ul. 6:5 dan Im. 19:18 dalam jawaban-Nya.

Hukum Taurat dapat dipahami secara benar hanya jika dibaca melalui lensa utama, yakni kasih kepada Allah dan sesama. Dengan demikian, Yesus memberikan inti sari Hukum Taurat dan pesan para nabi dalam “hukum kasih” ganda ini. Ia menyatukan dua rangkuman hukum dalam tradisi Yahudi, yaitu perintah untuk mencintai Allah (Ul. 6:5) dan perintah untuk mengasihi sesama (Im. 19:18). Yesus juga menegaskan bahwa kedua hukum ini tidak dapat dipisahkan karena keduanya sama dan serupa. Kasih kepada Allah harus menjiwai dan menyatu dalam kasih kepada sesama.

Yesus mengajar kita bahwa kasih kepada sesama harus dijiwai dan didukung oleh kasih kepada Allah. Kedua-duanya harus dijalankan bersamaan, bukan hanya salah satunya. Segenap kemauan, kerinduan, emosi, dan pikiran harus diarahkan kepada Allah dalam kesetiaan total. Kasih kepada sesama hendaknya dijalankan seperti seseorang mengasihi dirinya sendiri.

Kita hidup dengan pelbagai aturan dan hukum, baik hukum negara maupun aturan agama. Jika ditotal, mungkin lebih banyak jumlahnya daripada aturan Taurat. Syukurlah, Yesus memberi kita pegangan. Kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama harus menjadi orientasi dan penggerak dalam melaksanakan pelbagai aturan dan hukum tersebut. Artinya, aturan-aturan itu harus mengungkapkan kasih dan tidak bertentangan dengannya. Tanpa dwikasih itu, kita hanyalah robot pelaksana aturan, yang mungkin saja terlihat taat dan efektif, namun sebenarnya dangkal, tanpa hati, dan miskin motivasi.