Matius 13:36-43
Maka Yesus pun meninggalkan orang banyak itu, lalu pulang. Murid-murid-Nya datang dan berkata kepada-Nya: “Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu.” Ia menjawab, kata-Nya: “Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia; ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan dan lalang anak-anak si jahat. Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat. Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya. Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!”
***
Seorang teman bercerita bahwa ia berhenti dari tempat kerjanya. Ini mengejutkan, sebab penghasilannya lumayan, apalagi ia sedang dipromosikan untuk naik jabatan. Ia beralasan bahwa hati nuraninya terganggu. Penyebabnya, ia selalu diajak untuk memanipulasi data stok barang. Awalnya seorang rekan kerja membujuknya melakukan hal itu. Ketika ditolak, rekan-rekan yang lain datang dan membujuk hal yang sama. Karena ini berlangsung terus-menerus, akhirnya ia memutuskan untuk berhenti dan pindah tempat kerja.
Perumpamaan lalang di antara gandum mengilustrasikan bagaimana orang harus bergumul dengan kejahatan yang terjadi di sekitarnya. Layaknya lalang yang mirip sekali dengan gandum, kejahatan sering tampil dalam wajah yang nyaris sama dengan kebaikan. Kata-kata yang sopan, ekspresi yang ramah, dan penampilan yang rapi sering menjadi topeng kejahatan. Namun, seperti lalang dan gandum dapat dibedakan waktu berbulir, kejahatan dan kebaikan dapat dibedakan dari buah-buahnya. Kejahatan selalu merusak pribadi dan nurani sehingga menjadi tumpul. Sebaliknya, kebaikan akan menumbuhkan kualitas-kualitas diri sehingga nurani semakin tajam.
Lebih dalam lagi, perumpamaan ini mengungkapkan keadaan batiniah manusia, yakni bahwa manusia senantiasa bergumul antara perbuatan jahat atau perbuatan baik. Sepanjang hidup, kita senantiasa dituntut untuk menentukan pilihan: mau berbuat baik atau berbuat jahat. Faktanya, suatu saat, kita bisa seperti gandum, yakni melakukan kebaikan, tetapi di saat lain, kita bisa seperti lalang, yakni melakukan kejahatan.
Saudara-saudari terkasih, saat musim panen tiba, kita pasti ingin menjadi gandum. Oleh karena itu, kita perlu untuk belajar melakukan diskresi. Diskresi adalah kemampuan dalam mengurai dan memilah dorongan-dorongan hati. Mulailah dengan dorongan yang kuat. Tanyakan pada diri kita sendiri, apakah itu dorongan untuk berbuat baik atau berbuat jahat. Kalau sudah terbiasa, lanjutkan pada dorongan yang halus. Hal ini tidak mudah karena kejahatan punya kedok sebagaimana sudah disampaikan di atas. Kita perlu teliti, kritis, serta sabar. Kalau kita mampu menghadapi diri sendiri, kita juga akan mampu menghadapi orang-orang lain.