Yohanes 17:1-11a
Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata: “Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau. Sama seperti Engkau telah memberikan kepada-Nya kuasa atas segala yang hidup, demikian pula Ia akan memberikan hidup yang kekal kepada semua yang telah Engkau berikan kepada-Nya. Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus. Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya. Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.
Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia. Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu. Sekarang mereka tahu, bahwa semua yang Engkau berikan kepada-Ku itu berasal dari-Mu. Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepada-Ku telah Kusampaikan kepada mereka dan mereka telah menerimanya. Mereka tahu benar-benar, bahwa Aku datang dari-Mu, dan mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu dan segala milik-Ku adalah milik-Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku, dan Aku telah dipermuliakan di dalam mereka. Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia.”
***
Doa Yesus yang disampaikan-Nya kepada Bapa dalam bacaan Injil hari ini terasa begitu menyentuh. Doa tersebut merupakan percakapan dengan menggunakan kekuatan hati, sehingga tidak terjatuh pada tuntunan teks yang normatif. Yesus dengan ini mengajarkan kesempurnaan doa yang benar. Dengan komunikasi hati, terjadilah yang namanya persatuan, yakni antara Yesus dan Bapa. Yesus mengungkapkan kepatuhan-Nya kepada Bapa dalam pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan-Nya, sehingga yang Ia dambakan adalah kesatuan dengan Bapa dalam kemuliaan.
Doa pada dasarnya mengajak setiap orang untuk menyadari kesatuan dengan Allah dan sesama. Semakin khusyuk seseorang berdoa, semakin hatinya memiliki kesiapsediaan untuk hidup dalam kerukunan dan persekutuan. Doa menunjukkan kehendak seseorang untuk membangun hidup yang lebih baik. Jika orang benar-benar menghidupi doa-doanya, seharusnya ia mampu menghindarkan diri dari berbagai sikap yang merugikan sesama. Doa yang benar akan membawa seseorang mampu mewujudkan diri sebagai pelaku kasih. Hati yang sabar, lembut, peduli, dan penyayang merupakan buah dari rutinitas doa yang hidup.
Dalam kehidupan sehari-hari, ada fenomena di mana orang meminta didoakan agar terlepas dari kesulitan yang dialaminya. Kadang kala kita menggampangkan hal itu karena berpikiran bahwa membantu biasanya ada bentuk fisiknya, baik itu berupa uang maupun barang. Mari kita belajar memahami bahwa doa juga merupakan tanda keterlibatan dan bantuan kita bagi orang lain. Mendoakan orang bukan perbuatan mudah dan ringan. Jika dilakukan sungguh-sungguh, inilah wujud empati kita. Sebagaimana Yesus berdoa dengan khusyuk, kita pun diajak untuk berdoa dengan sepenuh hati, bukan hanya sebatas rutinitas belaka.
Hari ini adalah Hari Komunikasi Sedunia. Kita memperingatinya bersamaan dengan situasi dunia yang kacau karena pandemi Covid-19. Ketika pertemuan fisik dilarang, mari kita mencoba menghayati cara berkomunikasi yang lain, yakni melalui doa. Kita berdoa bagi mereka yang sedang memulihkan diri melalui karantina, bagi para tenaga medis yang bertaruh nyawa untuk menghadirkan kesembuhan, bagi mereka yang terdampak bahkan sampai kehilangan pekerjaan, juga bagi siapa saja yang menjadi cemas dan takut karena sekarang ini. Kita berdoa bagi mereka sambil memberitakan hal-hal yang baik. Doa menembus batas, menjangkau zona-zona merah, dan tidak akan pernah terinfeksi oleh Covid-19. Doa selalu bersih dan akan selalu membersihkan manusia untuk semakin percaya kepada Allah.