Markus 6:7-13
Ia memanggil kedua belas murid itu dan mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat, dan berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan mereka, kecuali tongkat, roti pun jangan, bekal pun jangan, uang dalam ikat pinggang pun jangan, boleh memakai alas kaki, tetapi jangan memakai dua baju. Kata-Nya selanjutnya kepada mereka: “Kalau di suatu tempat kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu. Dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka.” Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat, dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka.
***
Yesus memanggil para murid untuk belajar dari-Nya secara langsung. Mereka diajak-Nya belajar dengan cara mengalami sendiri hidup dan berkarya bersama-Nya. Metode ini sangat efektif, sebab membuat para murid mengalami sebuah proses. Dengan mata kepala sendiri, mereka dapat menyaksikan bagaimana kehidupan Yesus sehari-hari, dan bagaimana Ia dengan sungguh-sungguh berusaha melaksanakan kehendak Bapa.
Hasil belajar perlu dipraktikkan secara nyata. Karena itu, Yesus hari ini dikisahkan mengutus para murid untuk ambil bagian dalam tugas pengutusan-Nya. Ia berpesan agar mereka tidak perlu membawa bekal. Hendaknya mereka tidak khawatir akan kebutuhan-kebutuhan pribadi. Seorang utusan yang menjalankan tugasnya dengan penuh kekhawatiran tidak akan pernah bisa fokus dalam berkarya, sehingga mungkin akan berakhir dengan kegagalan.
Namun, Yesus mengizinkan para murid untuk membawa tongkat. Tongkat dalam kehidupan sehari-hari merupakan pegangan agar orang dapat berdiri tegak, juga penopang ketika orang mengadakan perjalanan. Bagi para gembala, tongkat berfungsi untuk mengarahkan. Karena itu, tongkat di sini agaknya melambangkan kekuatan yang diberikan Yesus kepada para murid-Nya. Ia tidak membiarkan mereka pergi sendirian, tetapi tetap mendampingi mereka dengan rahmat-Nya.
Melalui Sakramen Baptis, kita juga dipanggil dan diutus. Rahmat pembaptisan akan menjadi nyata kalau kita juga melaksanakan tugas kenabian kita sebagai saksi-saksi Kristus. Namun, sering kali kita masih saja terbelenggu oleh kekhawatiran dan perasaan tidak mampu dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Ingat, Yesus yang mengutus kita tentunya akan membekali kita dengan rahmat-Nya.
Menjadi saksi Kristus tidak selalu berarti melaksanakan karya-karya besar. Kesaksian nyata dalam kehidupan sehari-hari, yang mencerminkan bahwa diri kita adalah murid-murid Kristus yang sejati, kiranya sudah cukup. Masyarakat zaman ini membutuhkan pribadi-pribadi yang berkarakter dan berintegritas. Menjadi sosok yang seperti itu memang tidak mudah. Bisa jadi kita akan tidak disukai oleh pihak-pihak yang memandang kehadiran kita sebagai gangguan dan ancaman. Namun, justru itulah tantangannya. Murid-murid Kristus zaman sekarang diundang untuk menghadapinya. Saudara-saudari sekalian, mari kita bertanya pada diri kita masing-masing: mampukah kita menjadi saksi-saksi Kristus yang tangguh dan berani?