Jatuh karena Lupa Daratan

Jumat, 31 Januari 2020 – Peringatan Wajib Santo Yohanes Bosko

438

2 Samuel 11:1-4a, 5-10a, 13-17

Pada pergantian tahun, pada waktu raja-raja biasanya maju berperang, maka Daud menyuruh Yoab maju beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel. Mereka memusnahkan bani Amon dan mengepung kota Raba, sedang Daud sendiri tinggal di Yerusalem.

Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya. Lalu Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan itu dan orang berkata: “Itu adalah Batsyeba binti Eliam, istri Uria orang Het itu.” Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia.

Lalu mengandunglah perempuan itu dan disuruhnya orang memberitahukan kepada Daud, demikian: “Aku mengandung.”

Lalu Daud menyuruh orang kepada Yoab mengatakan: “Suruhlah Uria, orang Het itu, datang kepadaku.” Maka Yoab menyuruh Uria menghadap Daud. Ketika Uria masuk menghadap dia, bertanyalah Daud tentang keadaan Yoab dan tentara dan keadaan perang. Kemudian berkatalah Daud kepada Uria: “Pergilah ke rumahmu dan basuhlah kakimu.” Ketika Uria keluar dari istana, maka orang menyusul dia dengan membawa hadiah raja. Tetapi Uria membaringkan diri di depan pintu istana bersama-sama hamba tuannya dan tidak pergi ke rumahnya. Diberitahukan kepada Daud, demikian: “Uria tidak pergi ke rumahnya.”

Daud memanggil dia untuk makan dan minum dengan dia, dan Daud membuatnya mabuk. Pada waktu malam keluarlah Uria untuk berbaring tidur di tempat tidurnya, bersama-sama hamba-hamba tuannya. Ia tidak pergi ke rumahnya.

Paginya Daud menulis surat kepada Yoab dan mengirimkannya dengan perantaraan Uria. Ditulisnya dalam surat itu, demikian: “Tempatkanlah Uria di barisan depan dalam pertempuran yang paling hebat, kemudian kamu mengundurkan diri darinya, supaya ia terbunuh mati.”

Pada waktu Yoab mengepung kota Raba, ia menyuruh Uria pergi ke tempat yang diketahuinya ada lawan yang gagah perkasa. Ketika orang-orang kota itu keluar menyerang dan berperang melawan Yoab, maka gugurlah beberapa orang dari tentara, dari anak buah Daud; juga Uria, orang Het itu, mati.

***

Kalau kita menyelenggarakan acara Kuis Kitab Suci di paroki masing-masing, lalu meminta peserta melengkapi kalimat berikut: “Daud dan…,” bisa dipastikan bahwa hanya ada dua jawaban yang mungkin muncul, yakni: “Daud dan Goliat” atau “Daud dan Batsyeba.” Jawaban pertama menggambarkan masa-masa kejayaan Daud, sedangkan yang kedua menggambarkan awal kejatuhannya. Daud, raja pilihan Allah, hamba Allah yang terkasih, bisa berbuat dosa? Tentu saja bisa. Dengan segala kelebihannya, Daud tetaplah manusia biasa yang punya kelemahan. Perjalanan hidupnya tidak melulu dihiasi oleh keberhasilan. Dia juga mengalami masa-masa yang kelam, bahkan sangat kelam.

Sebenarnya, hal-hal terbaik yang ada di dunia ini, yakni popularitas, pangkat, kekuasaan, juga kekayaan, sudah tergenggam erat di tangan Daud. Namun, ungkapan bahwa manusia itu makhluk yang tidak pernah puas ternyata ada benarnya. Benar juga perkataan bahwa keinginan manusia kalau dituruti tidak akan ada habisnya. Lihatlah yang dilakukan Daud. Dalam kelimpahannya, ia masih merasa kurang, masih ingin yang lain lagi. Kali ini ia mengingini istri orang dan merancang pembunuhan atas suami perempuan tersebut. Astaga!

Waktu itu musim perang. Sementara para prajuritnya bertaruh nyawa di medan laga, Raja Daud malah enak-enak bersemayam di istananya yang asri. Gambaran ini secara efektif menampilkan sosok Daud sebagai penguasa yang tengah memanfaatkan kekuasaan demi keuntungan dirinya sendiri. Pada suatu senja, Daud berjalan-jalan di atas sotoh istana untuk menghirup udara segar. Dari situ ia melihat seorang perempuan cantik yang sedang mandi. Nafsunya seketika bangkit. Ia mengingini perempuan itu. Informasi bahwa si perempuan adalah Batsyeba, istri Uria, prajuritnya sendiri, tidak membuatnya mundur. Semua keinginan raja harus dituruti! Raja agung Israel ini rupanya benar-benar sedang lupa daratan.

Singkat cerita, terjadilah hubungan terlarang dan Batsyeba pun mengandung karenanya. Mendengar itu, seketika Daud terguncang. Jika ia tidak bertindak cepat, kasus itu akan tersebar luas dan mempermalukan dirinya. Daud lalu merancang pertemuan antara Uria dan Batsyeba, agar anak yang ada di dalam perut Batsyeba nantinya disangka anak Uria. Namun, siasat itu gagal. Uria yang punya dedikasi tinggi menolak bermesraan dengan istrinya, mengingat rekan-rekannya sedang menderita di medan perang. Jika itu dimaksudkan untuk menyindir Daud, sang raja sudah terlalu gelap mata untuk menyadarinya. Ia malah kemudian merancang bencana bagi prajuritnya yang setia itu. Disuruhnya Yoab, panglima pasukan, untuk menempatkan Uria di barisan depan dalam pertempuran yang paling hebat. Uria kemudian harus ditinggalkan agar mati terbunuh.

Dalam kisah Daud dan Batsyeba, memang kita tidak akan menemukan rasa cinta, perhatian, dan kasih sayang. Yang bertaburan di sini tidak lebih dari nafsu seksual, keserakahan, dan penyalahgunaan kekuasaan. Demikianlah Uria akhirnya tewas dan Daud mengambil Batsyeba menjadi istrinya. Bagi Daud, perkara selesai.

Namun, dengan mengingini istri Uria, Daud membuka pintu hatinya bagi kejahatan. Sebagai raja, ia mempunyai kekuasaan yang sangat besar. Mestinya hal itu membuatnya berhati-hati dalam bertindak. Jelas-jelas Daud tidak berlaku demikian. Lupa dengan idealismenya saat berjuang dan dikejar-kejar Saul, setelah menjadi raja sekarang gantian Daud yang mabuk kuasa dan menyalahgunakan jabatannya.

Pengalaman Daud kiranya menjadi pelajaran bagi kita semua ketika dipercaya untuk memegang jabatan tertentu. Jangan lupa daratan, jangan berlagak seolah-olah berada di atas hukum, sebaliknya jadilah orang-orang yang sungguh bisa dipercaya. Ingatlah bahwa setiap jabatan adalah suatu kepercayaan yang selalu harus dipertanggungjawabkan.