Beriman Perlu Perjuangan

Selasa, 28 Januari 2020 – Peringatan Wajib Santo Tomas Aquino

130

Markus 3:31-35

Lalu datanglah ibu dan saudara-saudara Yesus. Sementara mereka berdiri di luar, mereka menyuruh orang memanggil Dia. Ada orang banyak duduk mengelilingi Dia, mereka berkata kepada-Nya: “Lihat, ibu dan saudara-saudara-Mu ada di luar, dan berusaha menemui Engkau.” Jawab Yesus kepada mereka: “Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?” Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya itu dan berkata: “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”

***

Mrk. 3:20-35 berbicara tentang reaksi negatif terhadap karya pewartaan Yesus. Bacaan Injil kita hari ini (Mrk. 3:31-35)termasuk di dalamnya. Yang bereaksi negatif adalah ahli-ahli Taurat yang datang dari Yerusalem (ay. 22-30) dan – ini kiranya mengejutkan – keluarga Yesus sendiri. Konflik antara Yesus dan lawan-lawan-Nya digambarkan terjadi secara berturut-turut sepanjang Mrk. 2:1 – 3:6. Penggambaran di Mrk. 3:20-35 menunjukkan bahwa perseteruan ini semakin meluas dan membara. Lawan Yesus semakin banyak. Bukan hanya tokoh setempat, tokoh-tokoh dari pusat pun menentang-Nya. Tidak disangka-sangka, keluarga Yesus sendiri juga tidak memahami Dia.

Kisah berawal dari keprihatinan pihak keluarga mendengar tindakan-tindakan Yesus yang banyak kali menimbulkan kehebohan dan kontroversi (ay. 20-21, tidak muncul dalam bacaan kita). Mereka lalu memutuskan untuk pergi ke Kapernaum guna menemui Yesus yang sedang berada di sana. Ia hendak mereka paksa untuk pulang. Keluarga tampaknya ingin merawat dan menjaga Yesus yang menurut anggapan mereka sudah “tidak waras lagi.” Mengapa mereka bisa berpendapat demikian? Bisa jadi karena mereka melihat Yesus selalu dikerumuni orang banyak sampai lupa mengurus diri sendiri, misalnya dalam soal makan. Bisa jadi pula karena mereka melihat bahwa tindakan-tindakan Yesus membuat diri-Nya dimusuhi tokoh-tokoh masyarakat. Apa pun arti ketidakwarasan itu, yang jelas keluarga Yesus di sini digambarkan tidak mendukung diri-Nya. Karya-karya Yesus sama sekali tidak membuat mereka bangga.

Keluarga Yesus pada akhirnya sampai di Kapernaum. Mereka kesulitan mendekati Yesus karena saat itu Ia sedang dikerumuni orang banyak yang antusias mendengarkan ajaran-ajaran-Nya. Ketika diberitahukan bahwa ibu dan saudara-saudara-Nya ada di luar, Yesus melihat hal itu sebagai kesempatan untuk mengajarkan sesuatu kepada orang banyak. Ia mempertanyakan siapa yang tepat disebut sebagai ibu dan saudara-saudara-Nya. Dengan tegas Yesus menunjuk orang-orang yang berkerumun itu sebagai ibu dan saudara-saudara-Nya, sebab ibu dan saudara-saudara Yesus adalah siapa saja yang melakukan kehendak Allah.

Keraguan terhadap Yesus dan karya-karya-Nya diwakili oleh sikap ahli-ahli Taurat dan keluarga-Nya sendiri terhadap-Nya. Yang disebut terakhir sering kali membuat kita terkejut, apalagi setelah tahu bahwa yang dimaksud kaum keluarga itu mencakup pula ibu Yesus. Maria bersikap demikian terhadap Yesus? Bagaimana mungkin hal itu terjadi? Bukankah Maria adalah hamba Tuhan yang penuh iman, yang setia mendampingi Yesus sampai akhir?

Untuk memahami hal tersebut, perlu diketahui bahwa perikop ini merupakan lanjutan konflik yang terjadi sebelumnya (Mrk. 2:1 – 3:6). Berbagai pihak menentang Yesus, sekarang sikap yang sama muncul dari pihak keluarga-Nya sendiri. Mereka tidak percaya kepada-Nya, dan Markus di sini tidak mengecualikan Maria. Tidak seperti Lukas, Markus tidak bermaksud menggambarkan Maria sebagai teladan iman. Punya hubungan darah dengan Yesus tidak membuat seseorang otomatis beriman kepada-Nya. Bukankah nabi justru tidak dihormati oleh kaum keluarganya sendiri? Sebaliknya, yang tidak mempunyai hubungan dengan Yesus justru adalah saudara, saudari, dan ibu-Nya asalkan orang itu melakukan kehendak Allah.

Karena itu, perikop ini tidak bermaksud merendahkan Maria, tetapi hendak menekankan bahwa beriman itu perlu perjuangan. Semua orang mesti berjuang untuk memahami rencana-rencana Allah, tidak terkecuali Maria. Kalau Maria saja mengalami pergulatan iman, lebih-lebih kita. Kita diundang membuka hati agar sanggup menyadari karya Roh Kudus yang terjadi di sekitar kita, sebab Roh Kudus berkarya kapan saja dan melalui siapa saja yang dikehendaki-Nya. Bisa jadi Roh Kudus berkarya dengan perantaraan orang yang kurang kita sukai. Kalau hal itu terjadi, jangan sampai perasaan tidak suka tersebut membuat kita buta dan menyangkal kehadiran Yang Ilahi. Justru dengan itu hendaknya kita menyadari bahwa kebaikan selalu ada dalam diri seseorang.