Lukas 5:12-16
Pada suatu kali Yesus berada dalam sebuah kota. Di situ ada seorang yang penuh kusta. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia dan memohon: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat menahirkan aku.” Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu, dan berkata: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Seketika itu juga lenyaplah penyakit kustanya. Yesus melarang orang itu memberitahukannya kepada siapa pun juga dan berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan seperti yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.” Tetapi kabar tentang Yesus makin jauh tersiar dan datanglah orang banyak berbondong-bondong kepada-Nya untuk mendengar Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka. Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa.
***
“Aku mau, jadilah engkau tahir.” Perkataan Yesus itu menyembuhkan si kusta yang berseru kepada-Nya. Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam kisah, iman orang kusta ini terasa tidak terlalu kuat. Ia meminta kepada Yesus, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat menahirkan aku.” Ada kepercayaan, tetapi tersirat pula sedikit keraguan dalam permintaan itu.
Itulah gambaran dinamika perjalanan iman manusia. Di satu sisi, kita memiliki keyakinan dan kemantapan, tetapi di sisi lain ada pula keragu-raguan karena kita memiliki kekurangan dan kelemahan. Sesungguhnya iman membutuhkan kebulatan tekad. Meskipun demikian, jangan kecil hati kalau iman kita suatu saat terpuruk, penuh dengan kebimbangan. Tuhan akan menolong kita. Ia akan mengulurkan tangan untuk meneguhkan hati kita.
Karena itulah iman selalu mengandung penyerahan diri. Dalam beriman, hendaknya kita selalu terbuka akan penyelenggaraan ilahi. Orang kusta itu membuka diri, maka ia pun sembuh. Jawaban Yesus, “Aku mau, jadilah engkau tahir,” adalah penegasan bahwa Ia mampu menyembuhkan. Percayalah kepada-Nya, janganlah ragu sedikit pun! Di dalam Yesus, tidak ada yang perlu diragukan dan dicemaskan.
Pengalaman disembuhkan dari penyakit adalah pengalaman dibebaskan dari penderitaan. Pengalaman ini hendaknya membawa seseorang untuk semakin mengenal Allah, yang di dalam Yesus berkuasa atas segalanya. Dengan menyembuhkan, Allah sendiri memperkenalkan Diri-Nya. Ia sungguh layak dipuji dan sembah.
Saudara-saudari sekalian, mari kita percaya penuh kepada-Nya. Janganlah kita meragukan kekuatan dan kekuasaan Allah. Kita diundang untuk bersaksi tanpa jemu akan penyertaan Allah dalam pekerjaan dan hidup harian kita. Mukjizat Tuhan terjadi setiap hari dan setiap waktu!