Lukas 11:27-28
Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau.” Tetapi Ia berkata: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.”
***
Bacaan Injil hari ini pendek saja, hanya terdiri dari dua ayat. Di dalamnya berisi kekaguman seseorang terhadap Yesus. Tanggapan positif seperti ini sungguh menyejukkan, bagaikan hujan sehari yang membasahi tanah kering dan tandus akibat musim kemarau yang berkepanjangan. Kita dapat mengumpamakannya demikian, sebab sebelum ini – dan sesudahnya – Yesus dikepung oleh orang-orang yang tidak mempercayai diri-Nya. Karya-karya Yesus tidak mereka hargai, ajaran-ajaran Yesus mereka tolak, sampai-sampai Yesus menyebut mereka sebagai “angkatan yang jahat” (Luk. 11:29).
Yesus sudah dikenal banyak orang. Masyarakat mengenal Dia sebagai sosok yang luar biasa. Ia mengajar dengan penuh wibawa, dan sanggup membuat mukjizat yang manfaatnya sangat dirasakan orang kecil dan orang-orang yang menderita. Suatu saat, ketika Yesus sedang berbicara di tengah-tengah orang banyak, seorang perempuan tanpa malu-malu mengekspresikan kekagumannya terhadap diri-Nya. Pujian perempuan itu tidak langsung tertuju kepada Yesus, tetapi melalui ibu-Nya. Selaras dengan nalurinya sebagai seorang perempuan, ia berkata bahwa ibu Yesus pasti sangat bangga terhadap Anaknya. Ia pastilah orang yang paling bahagia di dunia.
Memberi koreksi secara halus, Yesus mengatakan bahwa yang pantas disebut berbahagia sebenarnya adalah orang yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya. Firman Allah tersebut diberitakan oleh Yesus. Orang-orang yang saat itu berkerumun di sekeliling Yesus memiliki kesempatan untuk menjadi orang-orang yang berbahagia asal saja mereka mau memelihara apa yang mereka dengar. Yang dimaksud memelihara di sini tentu saja bukan sekadar menyimpan di dalam hati, tetapi juga melaksanakannya dengan tekun.
Apa yang akan mereka dapat sehingga mereka disebut berbahagia? Perkataan pemazmur berikut dapat dijadikan acuan: “Berbahagialah orang … yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil” (Mzm. 1:1-3).
Perkataan Yesus dalam bacaan Injil hari ini akan selalu kita dengar setiap kali kita mengikuti perayaan Ekaristi. Setelah membacakan Injil, imam akan berseru, “Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya.” Di balik seruan itu ada harapan bahwa umat tidak berhenti dengan duduk manis mendengarkan firman Tuhan di dalam gedung gereja. Ada tindak lanjut yang harus mereka laksanakan, yakni membawa firman itu ke tengah-tengah masyarakat, lalu menaburkannya di situ agar tumbuh, berkembang, dan berbuah. Jangan menjadi orang baik hanya ketika kita berada di dalam gereja atau hanya ketika kita ikut misa. Jadilah orang baik di dalam dan di luar gedung gereja. Dengan itu kita pantas disebut orang yang berbahagia.