Matius 10:1-7
Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan. Inilah nama kedua belas rasul itu: Pertama Simon yang disebut Petrus dan Andreas saudaranya, dan Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, Filipus dan Bartolomeus, Tomas dan Matius pemungut cukai, Yakobus anak Alfeus, dan Tadeus, Simon orang Zelot dan Yudas Iskariot yang mengkhianati Dia.
Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Surga sudah dekat.”
***
Bacaan Injil hari ini membuat saya terpaut pada kisah perjalanan panggilan para frater. Baru-baru ini para frater projo di Tahun Rohani Keuskupan Purwokerto mengisahkan pengalaman mereka kepada saya. Mereka baru saja menjalani program peregrinasi, yakni berjalan kaki sejauh 300 kilometer tanpa membawa bekal. Untuk makan, minum, istirahat, dan tidur, mereka harus meminta belas kasihan orang lain.
Peregrinasi adalah perjalanan iman yang memuat silih, harapan, dan kemurnian panggilan para frater, sehingga dalam diri mereka tumbuh suatu sikap iman untuk percaya sepenuhnya kepada penyelenggaraan ilahi. Para frater saat itu ternyata mengalami sejumlah penolakan. Pengalaman pahit tersebut diharapkan semakin mendewasakan mereka, sekaligus mengokohkan cinta mereka kepada Yesus. Jangan putus asa ketika ditolak, berusahalah lebih keras lagi. Berdoa adalah cara mereka untuk dapat bertahan dari segala kekecewaan pasca mengalami penolakan.
Hari ini secara khusus kita merenungkan tentang penyelenggaraan ilahi. Penyelenggaraan ilahi ternyata tidak secara otomatis bernuansa gembira, melainkan terkadang terwujud dalam situasi yang menuntut kita untuk “berkeringat.” Terhadap semuanya itu, kita diajak untuk tetap fokus pada tujuan semula, yakni percaya kepada-Nya. Sebagaimana para murid dahulu, kita pun harus mewartakan kesaksian tentang Yesus di semua tempat, sehingga harus terus bergerak agar dapat mengunjungi sebanyak mungkin tempat.
Karena itu, yang patut kita miliki adalah kemampuan untuk mengontrol diri. Dengannya kita dimampukan untuk melenyapkan segala nafsu duniawi sehingga dengan jernih bisa merasakan kepenuhan penyelenggaraan ilahi. Allah bekerja bukan dengan cara kita, melainkan dengan cara-Nya sendiri yang sering kali di luar dugaan kita. Sekali lagi, kita harus fokus untuk tetap percaya kepada-Nya.
Di situlah letak tantangannya. Kepercayaan kepada penyelenggaraan ilahi hendaknya bisa sungguh kita hidupi secara efektif. Sanggupkah kita melakukan itu? Apakah saat melakukan tugas-tugas, kita senantiasa percaya dan mengandalkan Allah? Ataukah kita cenderung mengandalkan kemampuan sendiri dan tidak mau bekerja sama dengan-Nya?