Terarah kepada Cinta

Minggu, 16 Juni 2019 – Hari Raya Tritunggal Mahakudus

155

Yohanes 16:12-15

“Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari-Ku. Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari-Ku.”

***

Pada peringatan Hari Raya Tritunggal Mahakudus kali ini, saya mengajak kita semua untuk merenungkan kembali mengapa Yesus mewahyukan Allah Tritunggal: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Mengapa Allah yang diwahyukan oleh Yesus tidak cukup hanya Allah yang esa seperti yang dialami oleh bangsa Israel (Ul. 6:4)?

Ada satu hal yang seharusnya membuat kita bangga bahwa Yesus mewahyukan Allah Tritunggal, yakni pengalaman cinta. Allah Tritunggal adalah cinta. Allah Tritunggal bukanlah Allah yang jauh, melainkan Allah yang peduli kepada kita, Allah yang selalu ingin dekat dengan kita, yang selalu ingin membantu kita, yang selalu ingin membahagiakan kita, dan yang selalu ingin membawa keselamatan bagi kita.

Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus adalah cinta yang terus-menerus hadir. Tiada putus-putusnya ketiga pribadi ilahi ini menunjukkan cinta yang besar, cinta yang selalu terarah pada pihak di luar diri kita. Suami mencintai istri; istri mencintai suami; orang tua mencintai anak-anak mereka. Cinta pertama-tama tidak ditujukan pada diri kita sendiri. Cinta yang hanya tertuju pada diri sendiri adalah cinta yang narsis. Teladan cinta kita adalah Allah Tritunggal, tiga pribadi ilahi yang terus-menerus memberikan cinta secara total.

Bayangkanlah seorang ibu yang mencintai anaknya. Semenjak dalam kandungan, ibu tersebut merawat anaknya dengan penuh perhatian. Setelah lahir, ia menyusui, mendidik, dan menjaga anak itu dengan penuh cinta sampai tumbuh dewasa. Sang ibu mengorbankan waktu tidurnya, bekerja keras agar kebutuhan gizi anak terpenuhi. Ia pun bekerja keras agar anaknya memperoleh pendidikan yang baik. Perjuangan ibu itu adalah bukti cinta yang total.

Allah Tritunggal menunjukkan cinta yang total kepada manusia. Bapa mengutus Putra untuk mewartakan kabar gembira dan membuka jalan keselamatan bagi manusia. Cinta Allah luar biasa, sampai-sampai Yesus, sang Putra, wafat di kayu salib demi keselamatan manusia. Ketika Yesus sudah kembali kepada Bapa, Allah Bapa dan Allah Putra terus mencintai manusia dengan mengutus Allah Roh Kudus yang menyertai dan menjaga hidup kita. Allah Roh Kudus menggerakkan hati kita agar hidup kita selalu terarah kepada cinta.

Kita tidak perlu apatis terhadap cinta. Cinta sungguh ada; cinta sungguh nyata. Pertanyaannya, apakah kita sudah memiliki pengalaman dicintai? Apakah kita siap membawa cinta dalam perjalanan hidup sehari-hari?