Matius 5:33-37
“Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambut pun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat.”
***
Orang zaman sekarang pandai menciptakan alibi. Pernah suatu kali saya ikut dalam penjualan DVD lagu-lagu rohani sebagai sarana untuk mencari sumbangan. Lantas ada seorang umat berkomentar, “Ini mau berjualan atau mencari sumbangan? Kalau berjualan, ya berjualan! Kalau mencari sumbangan, ya tinggal minta saja!” Lantas saya memberanikan diri bertanya, “Apakah Bapak mau melakukan salah satunya? Membeli DVD ini atau menyumbang?” Dia tidak menjawab dan langsung pergi. Bapak itu kiranya termasuk salah satu dari banyak orang yang sering bersuara lantang, tetapi hanya untuk menutupi ketidakmampuannya melakukan suatu kebaikan. Syukurlah banyak orang membeli DVD itu tanpa komentar. Mereka inilah orang-orang yang mencintai tanpa kata-kata.
Pernah juga di suatu Gereja ada pembangunan patung santa pelindung. Beberapa orang kemudian meributkannya, “Apa pentingnya membangun patung dengan harga mahal?” Mereka bersuara keras dan tidak mau menyumbang sepeser pun. Namun, di lain pihak, ternyata banyak orang yang diam-diam memberikan donasi untuk pembangunan patung tersebut tanpa kata.
Suara keras dan omong besar sering kali kita lakukan untuk menutupi sesuatu. Hal yang sama terjadi menyangkut sumpah. Sumpah sering kali diucapkan untuk menutupi kejahatan. Banyak orang bersumpah, tetapi sumpah itu ternyata hanya alibi untuk menutupi kejahatan yang dilakukannya. Apa yang disumpahkan tentu saja tidak akan pernah mereka wujudkan dalam kehidupan nyata.
Bila orang sungguh mencintai, dia tidak perlu bersumpah untuk itu. Ketulusan cinta tidak membutuhkan kata. Semuanya akan diwujudkan secara nyata tanpa banyak kata. Tidak perlulah orang bersumpah mencintai Gereja, sebab yang diperlukan adalah bentuk konkret dari rasa cinta itu. Inilah yang dilakukan oleh Kristus. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Kor. 5:14-21, bacaan pertama hari ini). Dengan cara itu, Kristus menunjukkan bagaimana Ia mencintai kita tanpa perlu banyak berkata-kata.