Paskah Bunda Maria

Jumat, 31 Mei 2019 – Pesta Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabet

224

Lukas 1:39-56

Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.”

Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.”

Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya.

***

Sesudah Yesus, Maria adalah orang pertama yang mempunyai pengalaman Paskah, yakni beralih dari kehidupan yang sekarang untuk masuk ke dalam kehidupan yang mulia. Mengenai peralihan dari kehidupan ini dan masuk ke dalam kemuliaan, Paulus berkata, “Hati kami tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan” (2Kor. 5:8). Selain itu, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan … Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus, itu memang jauh lebih baik” (Flp. 1:21, 23).

Dalam perkataan Paulus tersebut tergambar perasaan hati Maria. Ia siap meninggalkan kehidupannya di dunia karena rindu untuk bersatu dengan Kristus. Kerinduan ini menjadi pernyataan bahwa berkat penebusan Kristus, Maria sudah mengalahkan ketakutan akan kematian di dalam dirinya.

Ada tertulis dalam Surat kepada Orang Ibrani, “Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut” (Ibr. 2:14-15).

Menurut Surat kepada Orang Ibrani, dosa terjadi akibat perbudakan yang ditimpakan Iblis kepada kita. Pada dasarnya dosa merupakan ungkapan rasa takut kita akan kematian. Serupa dengan itu, dosa adalah bentuk keterikatan kita akan sesuatu yang tidak akan kita biarkan hilang. Sesuatu tersebut, entah apa bentuknya, menjadi tanda bahwa kita sungguh hidup, sehingga kalau terlepas dari pegangan kita, kita akan merasa ditaklukkan oleh kematian. Oleh karena itu, setiap bentuk keterikatan dan kesenangan yang tidak terkendali dapat dilihat sebagai ungkapan keinginan yang terpendam dalam diri kita untuk tidak mati. “Saya tidak mau mati. Saya mau jaminan bahwa saya tidak akan pernah mati melainkan terus hidup.”

Oleh karena itu, dalam surat tersebut dikatakan bahwa Yesus, sebagai yang pertama yang melewati maut, membebaskan kita dari ketakutan akan maut dan dari setiap tirani yang memperbudak kita. Maria menghayati apa yang disampaikan Paulus. Ia sudah dibebaskan dari ketakutan akan maut dan mempunyai Kristus sebagai kepenuhan hidupnya. Maria adalah orang pertama yang menangkap bahwa sabda Allah dapat tersembunyi dalam hal-hal yang sangat biasa. Dengan menyediakan diri bagi pelayanan dalam hal-hal sederhana tersebut, kepenuhan sabda Allah akan dapat dialami oleh setiap orang.

* Diolah dari C.M. Martini, Menghayati Misteri Paskah: Melalui Musa Menuju Yesus (Yogyakarta: Kanisius, 1989).