Saksi-saksi Kebenaran

Kamis, 2 Mei 2019 – Peringatan Wajib Santo Atanasius

367

Yohanes 3:31-36

“Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya; siapa yang berasal dari bumi, termasuk pada bumi dan berkata-kata dalam bahasa bumi. Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya. Ia memberi kesaksian tentang apa yang dilihat-Nya dan yang didengar-Nya, tetapi tak seorang pun yang menerima kesaksian-Nya itu. Siapa yang menerima kesaksian-Nya itu, ia mengaku, bahwa Allah adalah benar. Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas. Bapa mengasihi Anak dan telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya. Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.”

***

Kebenaran itu seperti mata pisau yang tajam sehingga bisa menikam siapa saja. Kebenaran memang sering kali terasa menyakitkan. Begitulah yang dirasakan oleh imam besar dan anggota Mahkamah Agama atas pewartaan para rasul akan kebenaran (bacaan pertama hari ini, Kis. 5:27-33). Mereka lebih cenderung mempertahankan reputasi dan penilaian orang Yahudi terhadap kinerja mereka daripada membiarkan para rasul mewartakan kebenaran dan keadilan. Mereka menangkap para rasul dengan alasan takut kalau-kalau orang Yahudi mengamuk.

Menjadi saksi kebenaran membutuhkan keberanian iman karena kebenaran tidak bisa dilawan dengan kekuatan manusia semata. Bersaksi dengan kekuatan Roh Kudus akan membuat orang menghadapi apa pun tantangan dan ancaman yang ada. Demikianlah bacaan pertama kita hari ini mengisahkan keberanian para rasul. Di sini tampak perbedaan antara pola pikir orang yang takut akan Tuhan dan mereka yang takut akan manusia. Petrus dan para murid yang lain dengan tegas menyatakan, “Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia,” demi mewartakan kebenaran.

Sedangkan dalam Injil hari ini, Yohanes mempertegas bahwa setiap orang yang berorientasi pada hal duniawi akan menyangkal Allah dan kebenaran-Nya. Itulah yang dilakukan setan. Sebaliknya, setiap orang yang berorientasi pada hal surgawi akan mengakui bahwa Allah adalah benar. “Taat kepada Allah” berarti berorientasi pada kebenaran.

Mewartakan kebenaran berarti bersiap-siap mendapat perlawanan serta jeratan setan. Tidak jarang, hinaan dan cemoohan adalah hadiahnya. Kebenaran menjadi bahan candaan bagi orang yang mempertahankan reputasi dan nama baik di mata sesama, atau mereka yang bersembunyi dari kejahatan. Namun, kebenaran pada dasarnya akan memerdekakan kita sebagai anak-anak Allah.