Yohanes 8:1-11
Tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun.
Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka. Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zina. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zina. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?” Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah. Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: “Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” Jawabnya: “Tidak ada, Tuhan.” Lalu kata Yesus: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
***
Zaman ini banyak bahtera rumah tangga yang retak bahkan kandas gara-gara ada pihak ketiga. Dulu istilah yang sering dipakai adalah WIL (Wanita Idaman Lain) atau PIL (Pria Idaman Lain). Sekarang ini istilah yang sering dipakai adalah PHO (Perusak Hubungan Orang), pelakor (pencuri laki orang), dan pebinor (pencuri bini orang). Semua itu mengarah pada perbuatan zina.
Dalam bacaan Injil hari ini, ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa seorang perempuan yang kedapatan berbuat zina. Mereka menempatkannya di depan semua orang untuk dilempari batu sampai mati sesuai dengan Hukum Musa. Akan tetapi, sebelum itu, mereka meminta nasihat Yesus.
Perzinaan didefinisikan sebagai hubungan seksual antara orang yang sudah menikah dan yang belum menikah, atau antara orang yang sudah menikah tetapi bukan pasangan yang sah (dengan istri atau suami orang lain). Di hampir semua masyarakat, zina dilarang, dikutuk, bahkan dihukum dengan keras, yaitu hukuman mati.
Ahli Taurat dan orang-orang Farisi menempatkan Yesus dalam dilema. Jika Yesus mengikuti Hukum Musa, Ia akan kehilangan reputasi-Nya sebagai orang yang berbelas kasih, teman para pemungut cukai dan orang berdosa. Sebaliknya, jika Yesus meringankan hukuman terhadap pezina, Ia akan dituduh melanggar Hukum Musa dan mengizinkan perzinaan dengan konsekuensi: dianggap menentang Taurat, orang yang tidak berperasaan, musuh keluarga, seorang lelaki tanpa prinsip, penyebab perpisahan pasangan suami istri, pengabaian anak-anak yang sah, penyebab menjamurnya kejahatan seksual, dan sebagainya.
Namun, dengan cerdik Yesus menjawab orang-orang itu dengan menyentuh hati nurani mereka, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Pendekatan Yesus bukanlah pendekatan legalis (hukum) seperti yang dilakukan ahli Taurat dan orang-orang Farisi, tetapi pendekatan moral dan personal.
Di bagian akhir, Yesus secara tidak langsung mengecam dosa perzinaan, tetapi Ia mengampuni pezina yang berdosa. Dengan kata lain, Ia mengajar kita untuk membenci dosa – “Jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” – dan untuk mengasihi serta mengampuni orang yang berdosa – “Aku pun tidak menghukum engkau.” Yesus berbelas kasih terhadap kita. Ia memberi kita kesempatan untuk bertobat dan untuk tidak berbuat dosa lagi. Ia menantang kita untuk hidup dalam kekudusan.