Perlu Memohon Rahmat

Minggu, 27 Januari 2019 – Hari Minggu Biasa III

180

Lukas 1:1-4; 4:14-21

Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar.

Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Dan tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu. Sementara itu Ia mengajar di rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji Dia.

Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”

Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.”

***

Menarik bahwa dalam bacaan Injil hari Minggu ini Yesus mengawali segala karya-Nya di dunia dengan menyingkir dan berdoa di padang gurun. Proses “menyingkir” ini membuat Yesus dipenuhi kuasa Roh, sehingga mampu berkarya secara tepat guna. Tidak heran pula bila akhirnya Yesus mampu menemukan nas dari kitab Yesaya yang membuat jemaat di rumah ibadat takjub. Roh memberikan keberanian, kebijakan, dan kejelian dalam perjuangan menemukan kebenaran. Keteladanan Yesus yang melibatkan gerak Roh inilah yang semoga bisa kita realisasikan secara sempurna.

Kehidupan kita masing-masing selalu bergandengan dengan adanya kewajiban dan tugas-tugas tertentu. Kita pun selalu dituntut untuk mengerjakan kewajiban dan tugas dengan asumsi sedemikian rupa meraih keberhasilan demi keberhasilan. Kesulitan selalu ada, sebagaimana Yesus yang kemudian ditolak oleh orang-orang Nazaret. Jika tanpa kesulitan, maka seseorang tidak akan pernah mampu mengembangkan dirinya. Bagaimana reaksi kita jika menghadapi kesulitan, inilah yang kiranya patut diperhatikan. Terkadang ada orang yang memilih berbagai jalan pintas demi mencapai titik selesai dari segala kewajiban dan tanggung jawabnya. Berhadapan dengan orang model demikian, janganlah kita mudah menghakimi, tetapi tengok saja diri kita sendiri-sendiri. Mengapa? Karena di sinilah peranan kuasa ilahi yang jelas-jelas akan memberi bantuan. Apalagi jika kesulitan itu terjadi ketika kita berkarya bagi Gereja. Sudah pasti, hanya kuasa ilahi belaka yang mampu memberi jalan keluar.

Persoalannya, apakah kita bisa merasakan kuasa ilahi itu? Jawabannya tergantung dari apakah kita juga memohon rahmat sebelum melaksanakan kewajiban dan tugas-tugas kita. Memohon rahmat menjadi hal penting agar usaha kita dapat bersatu dan selaras dengan kehendak Allah. Yesus saja perlu menyingkir dan berdoa sebelum benar-benar berkarya di tengah masyarakat agar segala usaha-Nya mendapat “restu” dari Bapa. Dengan memohon rahmat, sebetulnya kita juga berani merendahkan diri di hadapan Allah, sehingga jika berhasil, kesombongan tidak berkuasa, dan jika gagal, keputusasaan tidak meraja. Memohon rahmat membuat kita mampu memaknai apa yang akan kita kerjakan.

Santo Ignatius Loyola mengajarkan bahwa memohon rahmat sebelum melakukan aktivitas, terlebih aktivitas rohani, membawa kita pada pemurnian kehendak, yaitu untuk memuji, menghormati, dan mengabdi kepada Allah Bapa. Aktivitas kita hanyalah sarana untuk dapat semakin menemukan kehendak Allah dalam segalanya. Salah satu tanda kesediaan diri memohon rahmat adalah membiarkan Allah bekerja dengan cara-Nya dalam pekerjaan-pekerjaan kita. Walau terkadang cara Allah terkesan jauh dari asumsi kita, tetapi Allah tidak pernah diam terhadap realitas kehidupan kita. Allah selalu bekerja untuk kita, tinggal kita menyadari atau tidak peran Allah itu.

Hari ini kita diterangi oleh kesaksian Yesus yang dengan sepenuh hati memohon rahmat melalui doa di padang gurun, sehingga karya-Nya mampu membawa perubahan hidup bagi orang banyak. Maka, mari kita biasakan diri untuk selalu memohon rahmat sebelum beraktivitas. Sediakan waktu beberapa menit untuk berdoa agar secara fasih kita mampu membiarkan Allah bekerja bagi kita melalui karya Roh-Nya.