Referensi lain yang lebih jelas dapat kita temukan pada akhir surat Paulus kepada jemaat di Roma (Rm. 15:25-32). Di sini Paulus menjelaskan tentang harapannya untuk datang ke tengah jemaat Roma setelah mengantarkan kolekte bagi jemaat miskin di Yerusalem (Rm. 15:25, 28). Ia juga menceritakan tentang jemaat Makedonia dan Akhaya, “yang telah mengambil keputusan untuk menyumbangkan sesuatu bagi jemaat miskin di Yerusalem. Keputusan tersebut telah mereka ambil dengan rela hati, dan itu memang kewajiban mereka. Sebab, jika bangsa-bangsa lain telah beroleh bagian dalam harta rohani orang Yahudi, maka wajiblah juga mereka melayani orang Yahudi dengan harta duniawi mereka” (Rm. 15:26-27).
Dari cerita tentang keputusan yang diambil oleh jemaat Akhaya dan Makedonia untuk mengumpulkan kolekte, kita melihat dua alasan penting tentang pemberian kolekte. Pertama, pemberian kolekte tidak hanya dimaksudkan untuk meringankan beban kemiskinan jemaat Yerusalem, tetapi juga terutama untuk mengungkapkan rasa terima kasih anggota jemaat bukan Yahudi kepada anggota jemaat Yerusalem karena harta rohani yang telah mereka terima. “Sebab, jika bangsa-bangsa lain telah beroleh bagian dalam harta rohani orang Yahudi, maka wajiblah juga mereka melayani orang Yahudi dengan harta duniawi mereka” (Rm. 15:27). Dengan pernyataan ini, Paulus menegaskan bahwa harta rohani yang diterima oleh jemaat bukan Yahudi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari harta rohani anggota jemaat yang berlatar belakang Yahudi. Karena itu, jemaat kristiani bukan Yahudi wajib melayani jemaat kristiani Yahudi dengan harta duniawi mereka, sehingga terciptalah hubungan timbal balik yang seimbang atau setara.[1]
Kedua, pemberian kolekte dipandang sebagai sebuah ungkapan kesatuan Gereja yang adalah anggota tubuh Kristus. Pemberian kolekte dari anggota jemaat yang berlatar belakang bukan Yahudi untuk anggota jemaat Yahudi di Yerusalem mengungkapkan semangat kesatuan di antara sesama anggota jemaat. Dengan menerima kolekte yang diberikan oleh anggota jemaat bukan Yahudi, anggota jemaat Yerusalem yang berlatar belakang Yahudi menerima dan mengakui keanggotaan penuh jemaat bukan Yahudi dalam kesatuan umat Allah. Penerimaan dan pengakuan ini berimplikasi pada kesadaran akan kesetaraan di hadapan Allah. Tidak ada warga kelas dua dalam komunitas kristiani karena “semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Gal. 3:28).
Paulus tidak mengusulkan secara spesifik jumlah kolekte yang harus diberikan. Tidak ada rumusan baku yang dapat dijadikan acuan untuk menghitung jumlah kolekte yang harus diberikan. Jemaat dibiarkannya menentukan sendiri secara sukarela berapa jumlah yang mereka ingin berikan.
Dengan demikian, persepuluhan bukanlah praktik komunitas kristiani perdana. Namun, beberapa komunitas kristiani modern masih memakai sistem persepuluhan. Anggota jemaat memberikan sepersepuluh dari hasil pendapatan mereka kepada Gereja. Asal-usul praktik ini ditemukan dalam Perjanjian Lama. Tiap tahun, orang Israel memberikan sepersepuluh dari hasil tanah mereka, buah-buah pohon, anak-anak sulung lembu dan domba kepada Tuhan (Im. 27:30; Ul. 14:22).
(Bersambung)
[1] Daniel Harrington, Romans: The good News According to Paul (the United States: New City Press, 1998), 143.