Pengakuan Adoni-Bezek
Kita beralih ke Adoni-Bezek dan pengakuan kekalahan yang dialaminya (Hak. 1:7). Keberingasan dalam kisah ini dianggap sebagai kewajaran dalam konteks perang pada zaman kuno. Perkataan terakhirnya yang terekam dalam narasi ini mengundang pembaca pada perenungan. Bagian kecil tentang penguasa Kanaan ini dapat dipahami sebagai kontras dari sikap bangsa Israel itu sendiri. Jika disandingkan dengan pertanyaan bangsa Israel kepada Tuhan, refleksi Adoni-Bezek menjelang kesudahannya seakan-akan memberi jawaban lain bagi pertanyaan yang diajukan oleh bangsa pilihan Tuhan itu. Suatu jawaban yang sebenarnya bernada anekdotal atau ironis. Selanjutnya, kita boleh menduga bahwa keberingasan yang terjadi pada Adoni-Bezek rupanya memiliki fungsi lain dalam narasi yang lebih luas.
Dalam cameo Adoni-Bezek, kita mendapati refleksinya tentang apa yang terjadi pada dirinya. Ia menyadari dan percaya bahwa dirinya harus menerima apa yang sepantasnya ia terima. Tuhan, dalam keyakinannya, telah melakukan sesuatu yang mustahil ia gugat. Roh penyerahan diri yang acap kali kita saksikan dalam hidup pahlawan iman telah merasukinya. Adoni-Bezek menyebutkan bahwa Allah telah membalaskan kepadanya apa yang dulu ia perbuat. Seperti keadaan raja-raja yang ia kalahkan dan permalukan, demikianlah terjadi pada dirinya. Ia memaklumi kekalahannya sebagai bentuk keadilan Allah. Berbeda dengan sikap bangsa Israel yang ingin segera berkuasa, sosok penguasa Kanaan ini menerima kekalahannya sebagai perbuatan Allah. Dengan keyakinan bahwa Allah membalaskan apa yang dulu ia lakukan, Adoni-Bezek siap untuk kalah dan mati di tangan suku Yehuda dan Simeon.
Ucapan Adoni-Bezek tersebut seakan-akan jawaban atas pertanyaan bangsa Israel. Mereka bertanya, “Siapakah dari antara kami yang harus maju pertama kali untuk mengalahkan Kanaan?” Secara tidak langsung, yang ingin mereka tanyakan bisa jadi: siapakah di antara kami yang paling kuat untuk menaklukkan Kanaan? Peralihan kepada narasi Adoni-Bezek bisa dicurigai sebagai alat retorik untuk mempertontonkan ironi dalam pembukaan kitab Hakim-hakim. Keutuhan kitab ini sebagai sebuah karya sastra dalam pengamatan beberapa ahli terletak pada gaya bahasa ironi dan pemunculan tema-tema yang berlawanan.[1]
Trent C. Butler mengakui kekuatan ironi dalam kitab Hakim-hakim. Namun, Butler melihat peran Adoni-Bezek sebagai gambaran apa yang akan terjadi atas Israel jika bangsa itu mengikuti pola kerajaan musuh.[2] Pandangan ini berangkat dari asumsi Yehuda sebagai pemimpin ideal dibandingkan pahlawan-pahlawan di luar suku itu. Robert H. O’Connell menyimpulkan bahwa tujuan retoris kitab Hakim-hakim ialah untuk melegitimasi raja keturunan Yehuda pilihan Tuhan dalam rangka mewujudkan cita-cita deuteronomis, yaitu menghalau orang asing dan mempertahankan loyalitas dalam beribadah kepada Tuhan serta aturan terkait keadilan sosial.[3] Sementara itu, menurut P. Deryn Guest, cameo Adoni-Bezek ini memberi gambaran awal kebrutalan (darah, mutilasi, dan kematian) yang selanjutnya akan menjadi fitur yang tampak seterusnya dalam kitab Hakim-hakim.[4] Keragaman pandangan di atas sudah cukup menampilkan keluwesan materi cerita untuk dipahami, tetapi menegaskan bahwa pengantar kitab Hakim-hakim secara tematis tidak mungkin dipisahkan dari keseluruhan kitab itu.
(Bersambung)
[1] Butler, Judges, lxii.
[2] Butler, Judges, 22.
[3] Robert H. O’Connell, The Rhetoric of the Book of Judges, Supplements to Vetus Testamentum Vol. 63 (Leiden; New York: E.J. Brill, 1996), 343.
[4] Guest, “Judges,” 202.