Sebuah refrein: “Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel”
Kalau ditinjau ke belakang, kematian Musa mengakibatkan kekosongan dalam kepemimpinan orang Israel. Tentu dalam peralihan kepemimpinan ada masalah tentang siapakah yang berhak menggantikannya. Suatu waktu, Yosua ditunjuk Tuhan untuk menggantikan peran Musa sebagai pemimpin dan pemersatu. Pada dasarnya Yosua berhasil melaksanakan tanggung jawabnya. Masalah muncul kembali ketika Yosua meninggal. Kekosongan kepemimpinan ditambah dengan keadaan politis bangsa Israel tampaknya menyebabkan bangsa kecil ini kehilangan arah (bdk. Hak. 17:6). Dalam situasi demikian, Tuhan bertindak dan memilih salah satu suku untuk “memimpin” pertempuran melawan bangsa lain.
Ada dua hal yang sebenarnya menarik perhatian. Pertama, negosiasi Yehuda terhadap perintah Tuhan dan kemenangan yang dicapainya. Kedua, bagaimana Adoni-Bezek, seorang penguasa yang kalah, berefleksi tentang kekalahannya. Kita akan melihat betapa kedua hal ini hendak menyampaikan pesan tertentu. Selalu ada sisi lain di balik kemenangan. Begitu pula selalu ada pesan di balik kekalahan.
Perintah Tuhan kepada suku Yehuda untuk memulai serangan terkesan random dan darurat. Inilah contoh di mana Tuhan sepertinya dapat didesak dengan pertanyaan dari bangsa Israel. Israel mengambil inisiatif bertanya atau meminta petunjuk dari Tuhan. Tindakan ini boleh ditafsirkan sebagai inisiatif yang baik dari pihak umat Tuhan. Namun, bisa pula pertanyaan itu dilihat dengan lensa berbeda. Di balik pertanyaan ini ada motif lain, yaitu ambisi dan hasrat Israel untuk berkuasa. Seolah-olah agar cepat menduduki Kanaan, bangsa Israel ingin segera beraksi dan mencapai kemenangan. Hal ini tentu saja bisa dilihat sebagai semangat yang positif. Bab pertama kitab Hakim-hakim berisi rangkaian serangan-serangan terhadap penguasa Kanaan dan sekitarnya. Bangsa Israel berhasil mengalahkan bangsa-bangsa di sana.
Suku Yehuda bersedia menerima tanggung jawab dari Tuhan tetapi dengan sedikit bernegosiasi. Suku ini meminta bantuan saudaranya, suku Simeon.[1] Kata Yehuda kepada saudaranya itu, ”Majulah bersama-sama dengan aku ke bagian yang telah diundikan kepadaku dan baiklah kita berperang melawan orang Kanaan, maka aku pun akan maju bersama-sama dengan engkau ke bagian yang telah diundikan kepadamu” (Hak. 1:3). Suku Yehuda tidak segera bertindak sesuai dengan imperatif ilahi, meskipun suku ini dikenal besar dan perkasa. Pada satu sisi, mereka boleh berbangga dengan tanggung jawab itu. Namun pada sisi lain, rupanya suku Yehuda merasa tidak mampu memenuhinya.
Ketakutan dan sikap kurang percaya itulah yang menyebabkan suku Yehuda tidak sepenuhnya berhasil menaklukkan bangsa-bangsa Kanaan. Mari kita perhatikan Hak. 1:19. Dikatakan di ayat itu, bahwa TUHAN “menyertai suku Yehuda … tetapi mereka tidak dapat menghalau penduduk yang di lembah, sebab orang-orang ini mempunyai kereta-kereta besi.” Allah tetap menyertai suku Yehuda yang berani menegosiasikan perintah Tuhan.
(Bersambung)
[1] Dalam teksnya suku Yehuda dan Simeon dipersonifikasikan sebagai individu yang bernama Yehuda dan Simeon.