Menghormati Rumah Tuhan

Jumat, 9 November 2018 – Pesta Pemberkatan Gereja Basilika Lateran

862

Yohanes 2:13-22

Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.” Maka teringatlah murid-murid-Nya, bahwa ada tertulis: “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku.” Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: “Tanda apakah dapat Engkau unjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?” Jawab Yesus kepada mereka: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: “Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?” Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri. Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan mereka pun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus.

***

Hari ini kita merayakan pesta pemberkatan basilika Lateran, yakni katedral dari paus sebagai uskup di Keuskupan Roma. Basilika ini dibangun pada zaman Kaisar Konstatinus dan diberkati oleh Paus Silvester I. Pesta pemberkatan basilika Lateran hendak mengungkapkan rasa cinta dan kesatuan Gereja Katolik universal dengan uskup Roma.

Sebuah basilika dibangun secara megah dan indah, dengan melibatkan segenap kemampuan manusia, mulai dari keahlian teknik, keindahan karya seni, sampai penghimpunan dana yang tidak sedikit. Semua ini dilakukan sebagai ungkapan cinta dan penghormatan manusia kepada Tuhan. Namun, semangat tersebut kerap kali terlupakan, sehingga kita hanya berhenti pada rasa kagum akan hasil karya manusia. Lebih parah lagi, kesempatan berkumpulnya orang di tempat religius sering dimanfaatkan untuk mereguk banyak keuntungan dengan menghalalkan aneka cara. Inilah yang terjadi di Bait Allah Yerusalem ketika Yesus memasukinya. Dia mendapati Bait Allah telah dijadikan bisnis perdagangan.

Terinspirasi oleh semangat Mzm. 69:10 – “cinta akan rumah-Mu menghanguskan aku” – Yesus pun mengambil tindakan tegas terhadap para pedagang. Apa salah mereka? Di Bait Allah terdapat para penukar uang yang melayani para peziarah karena hanya mata uang tertentu yang diterima untuk pajak Bait Allah. Apalagi para peziarah juga berdatangan dari luar Palestina. Sementara itu, para penjual binatang kurban bisa jadi telah bersekongkol dengan pengelola Bait Allah yang berwenang menentukan tahir tidaknya hewan kurban. Hewan kurban yang dinyatakan tidak tahir untuk kurban bakaran terpaksa harus dijual oleh peziarah. Namun, hewan itu kemudian dinyatakan tahir setelah berada di tangan para pedagang Bait Allah.

Menyaksikan itu semua, Yesus berlaku tegas. Dia menjungkirbalikkan meja-meja penukar uang. Dengan cambuk, Dia mengusir para pedagang kambing lembu dari halaman Bait Allah. Suara hiruk pikuk para pedagang juga mengganggu orang-orang bukan Yahudi yang berdoa di halaman, sebab mereka tidak diizinkan masuk ke dalam Bait Allah. Yesus menjadi marah karena ada alasan yang jelas. Namun, Yesus tidak memukul rata orang-orang itu. Dia bersikap agak lunak terhadap para pedagang merpati yang melayani para peziarah yang miskin (lih. Im. 12:8). Kendati ada alasan yang benar, Yesus tetap mengungkapkan kemarahan-Nya secara proporsional berdasarkan tingkat kesalahan seseorang.

Lalu apa relevansi perikop ini dibacakan pada pesta pemberkatan basilika Lateran? Basilika, katedral, ataupun gedung gereja adalah tempat di mana kita bisa mengungkapkan cinta dan penghormatan kepada Tuhan. Semangat inilah yang perlu terus kita hidupi. Secara konkret, kita menghormati Tuhan ketika kita tidak memperlakukan gedung gereja sekadar sebagai ruang pertemuan di mana orang bisa bicara sesukanya ataupun berpakaian kurang tepat. Kadang-kadang bahkan kita dengar kegiatan dalam Gereja dibisniskan. Sejumlah oknum memanfaatkan pelayanan mereka di Gereja untuk mencari keuntungan pribadi. Mari kita menghindari hal-hal tersebut. Semoga cinta dan penghormatan kita terhadap Tuhan semakin bertumbuh dari hari ke hari.