Nebukadnezar, raja Asyur yang memerintah di Niniwe
Layaknya kitab-kitab sejarah dalam Alkitab (bdk. 1Raj. 15:1, 9; 2Raj. 18:1), kitab Yudit dibuka dengan menyebut masa pemerintahan seorang raja yang terkenal, dalam hal ini Nebukadnezar: “Dalam tahun kedua belas pemerintahan Nebukadnezar yang menjadi raja orang-orang Asyur di Niniwe, kota yang besar” (Ydt. 1:1).[1] Informasi ini bertujuan agar pembaca merasa bahwa mereka sedang menyimak peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau. Titik tolak kisah kepahlawanan Yudit adalah tahun kedua belas pemerintahan Nebukadnezar, raja Asyur. Ia memerintah di Niniwe yang adalah ibu kota kerajaan Asyur.
Menengok catatan sejarah, tahun kedua belas pemerintahan Nebukadnezar diperkirakan tahun 593 SM. Ada peristiwa penting yang terjadi di kerajaan Yehuda pada saat itu. Zedekia, raja Yehuda yang terakhir, dikunjungi oleh sejumlah pimpinan negara tetangga. Bersama-sama mereka mendiskusikan rencana untuk memberontak melawan Nebukadnezar (bdk. Yer. 27:3). Rencana pemberontakan inilah yang kiranya menginspirasi penyusun kitab Yudit untuk berkisah tentang penolakan banyak wilayah terhadap ajakan Nebukadnezar. Mereka tidak mau menjadi sekutunya, sehingga sang raja menjadi sangat marah karena merasa dilecehkan. Ia pun kemudian bersumpah untuk membalas dendam.
Namun, sejarah menegaskan bahwa Nebukadnezar adalah raja Babel. Ia memerintah tahun 605-562 SM. Sungguh aneh bahwa dalam kitab Yudit, ia disebut sebagai raja orang Asyur. Kesalahan ini amat sangat mengherankan, mengingat popularitas serta nama besar yang disandang oleh Nebukadnezar. Selain itu, Niniwe yang dalam kitab Yudit dikatakan sebagai pusat pemerintahan Nebukadnezar bahkan sudah hancur lebur di tangan pendahulu sang raja, tujuh atau delapan tahun sebelum Nebukadnezar naik takhta. Dengan demikian, Nebukadnezar tentu saja tidak pernah memerintah dari kota itu. Mengapa kesalahan ini bisa terjadi?
(Bersambung)
[1] Penyebutan Niniwe sebagai “kota yang besar” kiranya terinspirasi oleh kitab Yunus (bdk. Yun. 1:2; 3:2, 3; 4:11).