Siap Menjadi Utusan

Kamis, 4 Oktober 2018 – Peringatan Wajib Santo Fransiskus dari Asisi

214

Lukas 10:1-12

Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah. Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu. Tetapi jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu tidak diterima di situ, pergilah ke jalan-jalan raya kota itu dan serukanlah: Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami, kami kebaskan di depanmu; tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: pada hari itu Sodom akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu.”

***

Bacaan Injil kemarin mengemukakan tentang beberapa sikap manusia dalam menanggapi panggilan Yesus. Melanjutkan hal itu, bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang Yesus yang mengutus tujuh puluh murid.

Tujuh puluh orang yang ditunjuk Yesus adalah para murid di luar kelompok dua belas rasul. Melihat jumlah ini, agaknya tugas yang mereka emban cukup mendesak, yakni menjadi duta yang mendahului kedatangan Yesus. Mereka bertugas mempersiapkan kota-kota yang akan dikunjungi Yesus agar sungguh siap menerima kedatangan-Nya. Kemendesakan tugas ini juga dapat dilihat dari wejangan Yesus ketika memberangkatkan mereka, “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit…” Kita bisa membayangkan, dalam dunia pertanian, bila pekerja tidak ada padahal panenan sudah siap dituai, bisa-bisa panenan itu rusak atau membusuk. Yesus mau mengatakan bahwa pewartaan Kerajaan Allah membutuhkan banyak pekerja, sebab sudah banyak orang yang siap untuk menerimanya.

Meskipun pekerja sedikit, tetapi Yesus mengutus mereka pergi berdua-dua, bukan seorang diri. Agaknya Yesus juga mensyaratkan bahwa yang menjadi utusan-Nya harus orang-orang yang mampu bekerja sama, bukan single fighter. Mereka harus mampu saling berbagi, mampu saling menguatkan, dan mampu mengalahkan ego.

Selanjutnya Yesus meminta tujuh puluh orang itu untuk fokus dalam melaksanakan perutusan, tidak perlu mengkhawatirkan banyak hal. “Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut…” Kalau kita membawa terlalu banyak barang dalam perjalanan, ini bisa merepotkan dan menghambat gerak kita. Selain itu, Yesus menginginkan agar para utusan mempercayakan diri seutuhnya kepada Tuhan, bukan kepada bekal yang mereka bawa. Tuhan mengutus, Tuhan pasti juga akan memelihara.

Jika sudah sampai di kota yang dituju, hal pertama yang harus dilakukan para murid adalah memberi salam damai sejahtera. Jika mereka diterima, maka damai sejahtera akan tinggal dalam rumah itu. Yesus mengatakan agar para murid tinggal di rumah itu, menikmati makanan dan minuman yang dihidangkan. Demikianlah, dengan cara-Nya, Tuhan akan selalu menyiapkan kebutuhan kita asalkan kita mau bekerja melaksanakan kehendak-Nya.

Kita juga dipanggil dan diutus oleh Yesus, bagaikan seekor anak domba di tengah-tengah serigala dunia zaman ini. Kita diutus untuk mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Bersama Santo Fransiskus dari Asisi yang kita rayakan hari ini, marilah kita memohon agar dimampukan untuk selalu hadir sebagai utusan Tuhan di mana pun kita berada:

“Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai. Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih. Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan. Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan. Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian. Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran. Bila terjadi kecemasan, jadikanlah aku pembawa harapan. Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan. Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang. Tuhan semoga aku ingin menghibur daripada dihibur, memahami daripada dipahami, mencintai daripada dicintai, sebab dengan memberi aku menerima, dengan mengampuni aku diampuni, dengan mati suci aku bangkit lagi, untuk hidup selama-lamanya. Amin.”