Matius 9:9-13
Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: “Ikutlah Aku.” Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Yesus mendengarnya dan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”
***
Beberapa tahun yang lalu saya menonton acara Kick Andy di televisi. Saat itu, sang pembawa acara mewawancarai seorang pemuda. Saya sudah tidak ingat detail ceritanya, tetapi hanya secara garis besar saja. Pemuda itu sudah bekerja di sebuah perusahaan. Dia mempunyai pekerjaan yang baik, gaji yang besar, dan berbagai macam fasilitas yang lumayan dari perusahaan itu. Namun setelah bekerja beberapa tahun, dia memilih mengundurkan diri. Setelah berhenti dari pekerjaannya, dia mengembangkan semacam koperasi bagi ibu-ibu yang penghasilannya kurang dari dua puluh ribu rupiah sehari. Ketika ditanya si pembawa acara apakah yang dilakukannya sekarang lebih menguntungkan daripada pekerjaannya yang dulu, pemuda itu menjawab, “Tentu untungnya jauh lebih besar. Bukan keuntungan harta, tetapi ketenangan dan kebahagiaan batin.”
Ketenangan dan kebahagian batin adalah harta yang tak ternilai dalam hidup manusia. Harta itulah yang dicari oleh Matius dalam bacaaan Injil hari ini. Namun, bukankah Matius ini adalah seorang pemungut cukai? Bukankah ia waktu itu adalah orang kaya yang memiliki harta berlimpah? Bukankah dia biasa mengambil keuntungan besar dengan menaikan tarif pajak yang harus dibayarkan ke negara?
Mari kita lihat perjalanan hidup Matius dalam mengumpulkan harta. Saat Yesus berjumpa dengan dia, Matius adalah seorang pemungut cukai, dan ia sedang bekerja di rumah cukai. Kita bisa mengatakan bahwa sebelum perjumpaannya dengan Yesus, Matius adalah pengumpul harta duniawi. Kemungkinan juga dia bekerja dengan cara-cara yang “luar biasa,” misalnya dengan menekan orang untuk membayar pajak atau menaikan tarif pajak demi keuntungan pribadi. Wajarlah jika waktu itu banyak orang membenci para pemungut cukai dan menjuluki mereka sebagai orang berdosa.
Perjumpaannya dengan Yesus mengubah gaya hidup Matius. Di dalam Yesus, Matius menemukan mutiara hidup yang selama ini tidak pernah ia jumpai. Matius kehilangan pekerjaan yang memberinya kemapanan duniawi, tetapi dalam Yesus, dia menemukan kehidupan abadi. Matius kehilangan pemasukan yang menguntungkan, tetapi dalam Yesus, dia memperoleh nilai-nilai luhur manusia sebagai ciptaan Allah. Matius kehilangan kenyamanan hidup, menjadi miskin, dan harus menanggalkan ambisi duniawi, tetapi dalam Yesus, dia menemukan kedamaian dan kebahagian sejati.
Matius mencari dan menemukan mutiara kehidupan. Mutiara itu adalah kebahagaian dan ketenangan batin yang ditemukan dengan mengikuti cara hidup Yesus. Siapkah kita mencari harta sejati seperti Matius?