Yehezkiel 1:2-5, 24 – 2:1a
Pada tanggal lima bulan itu, yaitu tahun kelima sesudah raja Yoyakhin dibuang, datanglah firman TUHAN kepada imam Yehezkiel, anak Busi, di negeri orang Kasdim di tepi sungai Kebar, dan di sana kekuasaan TUHAN meliputi dia.
Lalu aku melihat, sungguh, angin badai bertiup dari utara, dan membawa segumpal awan yang besar dengan api yang berkilat-kilat dan awan itu dikelilingi oleh sinar; di dalam, di tengah-tengah api itu kelihatan seperti suasa mengkilat. Dan di tengah-tengah itu juga ada yang menyerupai empat makhluk hidup dan beginilah kelihatannya mereka: mereka menyerupai manusia.
Kalau mereka berjalan, aku mendengar suara sayapnya seperti suara air terjun yang menderu, seperti suara Yang Mahakuasa, seperti keributan laskar yang besar; kalau mereka berhenti, sayapnya dibiarkan terkulai. Maka kedengaranlah suara dari atas cakrawala yang ada di atas kepala mereka; kalau mereka berhenti, sayapnya dibiarkan terkulai. Di atas cakrawala yang ada di atas kepala mereka ada menyerupai takhta yang kelihatannya seperti permata lazurit; dan di atas yang menyerupai takhta itu ada yang kelihatan seperti rupa manusia. Dari yang menyerupai pinggangnya sampai ke atas aku lihat seperti suasa mengkilat dan seperti api yang ditudungi sekelilingnya; dan dari yang menyerupai pinggangnya sampai ke bawah aku lihat seperti api yang dikelilingi sinar. Seperti busur pelangi, yang terlihat pada musim hujan di awan-awan, demikianlah kelihatan sinar yang mengelilinginya. Begitulah kelihatan gambar kemuliaan TUHAN. Tatkala aku melihatnya aku sembah sujud, lalu kudengar suara Dia yang berfirman.
Firman-Nya kepadaku: “Hai anak manusia, bangunlah dan berdiri.”
***
Yehezkiel adalah anak seorang imam yang bernama Busi. Ia mula-mula tinggal di Yerusalem, sezaman dengan Yeremia, sebagai seorang imam muda yang tekun dan penuh semangat. Namun, semuanya berubah ketika pasukan Babel menyerang Yerusalem pada tahun 598 SM. Serangan ini berperan penting dalam perubahan jalan hidup Yehezkiel. Saat itu, karena merupakan bagian dari kaum elite Yerusalem yang dikhawatirkan dapat menghasut terjadinya pemberontakan, ia turut dibuang ke Babel oleh Raja Nebukadnezar.
Lima tahun sesudahnya, ketika Yehezkiel berumur tiga puluh tahun, sebuah keputusan penting dibuat olehnya. Andai saja tidak ada pembuangan, andai saja ia tidak terusir dari Yerusalem, inilah saat bagi dirinya untuk dianugerahi tahbisan imamat. Namun, kenyataan berkata lain. Pengalaman diasingkan di negeri orang membuat dirinya memiliki sudut pandang yang sama sekali baru mengenai kehidupan. Pada akhirnya, ia tergerak untuk menjadi nabi Tuhan.
Titik balik tersebut ditandai oleh peristiwa penglihatan yang sangat dahsyat. Di tanah pembuangan Babel, yaitu di tepi Sungai Kebar, Yehezkiel mendapat penglihatan ilahi. Pada saat itu, ketika cuaca begitu panas, tampak badai datang menerjang dari arah utara, tempat Tuhan bersemayam. Badai tersebut membawa segumpal awan yang berukuran sangat besar sehingga terasa sangat menakutkan, bukan hanya karena ukurannya yang tidak biasa, tetapi juga karena dipenuhi api yang menyala-nyala. Dari dalam awan, mendadak muncul empat makhluk yang sangat aneh. Mereka adalah makhluk setengah hewan, setengah manusia. Mereka beterbangan kian kemari, menimbulkan suara menderu-deru dan bergemuruh.
Empat merupakan lambang arah mata angin yang utama. Karena itu, kehadiran empat makhluk surgawi menjadi gambaran kekuasaan Allah atas seluruh dunia. Ia berkarya di mana-mana; Ia dapat menyatakan diri-Nya di mana pun Ia kehendaki; Ia tidak terikat pada tempat tertentu.
Penglihatan ini juga merupakan panggilan Allah bagi Yehezkiel. Dengan memberi penglihatan kepada Yehezkiel, Allah memanggilnya menjadi nabi. Yehezkiel ditugaskan untuk mendampingi umat Allah yang dibuang di Babel. Melalui dirinya, Allah hendak menyatakan bahwa Ia senantiasa menyertai umat-Nya. Mereka tidak diabaikan dan dilupakan oleh-Nya. Karena itu, dalam situasi yang tidak menentu di tanah pembuangan, mereka diharapkan selalu bersabar, kuat, dan tetap teguh dalam iman.