Penggunaan Alkitab di kalangan umat Katolik merupakan suatu hal yang relatif baru. Berabad-abad lamanya umat Katolik terasing dari Kitab Suci dan tidak pernah bergaul dengannya. Kitab itu milik eksklusif kaum religius, terutama para imam, yang selama pendidikan mempelajari bahasa Ibrani, Yunani, dan Latin. Kitab Suci menjadi buku asing yang tidak boleh dibaca oleh umat pada umumnya. Mereka mengetahui isi Kitab Suci hanya dari para imam yang memberikan homili dalam perayaan Ekaristi.
Berbagai persoalan yang dihadapi Gereja dalam perjalanan sejarah telah mendorong Gereja untuk memperbarui diri. Konsili Vatikan II (1962-1965) menjadi tonggak penting dalam sejarah peran Kitab Suci dalam kehidupan Gereja. Berangkat dari keputusan yang dihasilkan oleh konsili ini kita akan meninjau penggunaan Alkitab di dalam keluarga-keluarga Katolik.
Konsili Vatikan II
Selama empat tahun, para pemimpin Gereja Katolik memikirkan hal-hal yang perlu untuk Gereka supaya sanggup menghadapi dunia di abad 20. Salah satu unsur penting dalam usaha itu ialah merumuskan kembali peranan Alkitab dalam kehidupan Gereja dan memutuskan bahwa Kitab Suci harus dikembalikan kepada umat.
Konsili menyadari bahwa sabda Allah memiliki daya kekuatan yang besar sehingga menjadi tumpuan dan kekuatan Gereja. Bagi para anggota Gereja, sabda Allah menjadi kekuatan iman, santapan jiwa, dan sumber hidup rohani, sebab dalam Kitab Suci, Bapa yang ada di surga dengan penuh cinta kasih menjumpai para putra-Nya dan berwawancara dengan mereka. Konsili juga menegaskan bahwa Kitab Suci menyampaikan sabda Allah dan memperdengarkan suara Roh Kudus, sehingga bersama Tradisi Suci, Kitab Suci merupakan norma iman yang tertinggi. Karena itu, pewartaan Gereja dan agama Kristen harus dipupuk dan diatur oleh Kitab Suci.
Usaha untuk mewujudkan harapan para Bapa Konsili tersebut dilaksanakan dengan gerakan kerasulan Kitab Suci, yakni kegiatan pastoral yang bertujuan membuat sabda Allah yang tertulis dalam Kitab Suci berperan dalam kehidupan semua orang Kristen. Secara umum, kerasulan ini dimaksudkan untuk mencapai dua hal berikut:
- Umat membaca Kitab Suci dengan penuh kasih dan kerinduan untuk mendengarkan Allah bersabda.
- Umat dapat memahami pesan dan kehendak Allah yang dinyatakan dalam Kitab Suci yang dibaca, sehingga dapat berdoa berdasarkan sabda Allah dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
Dengan cara demikian, kerasulan Kitab Suci membantu orang untuk berjumpa dengan Allah Bapa yang hadir dalam sabda yang tertulis dalam Kitab Suci. Perlu diingat juga bahwa “tidak mengenal Kitab Suci berarti belum mengenal Kristus” (Dei Verbum 25, mengutip St. Hieronimus). Ini berarti bahwa semua orang beriman, para pengikut Kristus, harus membaca Kitab Suci supaya dapat mengenal Kristus yang mereka ikuti. Dengan demikian, kerasulan Kitab Suci juga mengantar orang untuk lebih mengenal Kristus.
(Bersambung)