Penutup
Ada tertulis dalam kitab Amsal, “Memperoleh harta benda dengan lidah dusta adalah kesia-siaan yang lenyap dari orang yang mencari maut” (Am. 21:6). Kebenaran pepatah ini didukung sepenuhnya oleh Amos. Ini bukan kecemburuan orang miskin terhadap orang kaya, sebab Amos sendiri bukanlah orang yang berkekurangan. Amos mengecam orang kaya semata-mata karena ketidakadilan yang mereka lakukan. Orang-orang itu menipu dan memeras orang miskin, dan dengan cara itulah mereka memperoleh kekayaan yang mereka punyai. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa mereka ini bersukacita di atas dukacita orang lain. “Mereka tidak tahu berbuat jujur,” demikian keluhan sang nabi atas nama Tuhan (Am. 3:10). Menjadi kaya itu baik, tetapi kalau seseorang menjadi kaya karena memeras orang lain, tentu saja hal ini menjadi masalah yang serius.
Selanjutnya yang dipermasalahkan adalah pemanfaatan kekayaan, yang ternyata dihamburkan-hamburkan untuk hal yang tidak berguna. Amos mencela orang-orang kaya yang melakukan itu, sebab dengan demikian mereka hanya berfokus pada kesenangan diri sendiri. Mereka tidak peduli dengan keadaan sekitar, padahal di sekeliling mereka ada begitu banyak orang miskin yang memerlukan bantuan. Kiranya ini yang disebut sebagai “dosa ketidakpedulian,” yang juga dimunculkan oleh Yesus dalam kisah Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin (Luk. 16:19-31). Orang kaya dalam kisah tersebut dipersalahkan karena diam saja melihat Lazarus yang miskin dan kelaparan. Kekayaan manusia asalnya dari Tuhan. Tuhan menganugerahkan rezeki kepada manusia sebagai tanda bahwa Ia mengasihi dan memperhatikan hidup kita semua. Dalam hal ini, semangat berbagi sangat diperlukan, sehingga pada akhirnya semua orang dapat merasakan pemeliharaan dan kasih sayang Tuhan.
Kritik Amos dalam perikop ini sangat relevan sampai sekarang, apalagi bagi kita yang hidup di negeri dengan tingkat korupsi yang sangat tinggi, di mana banyak orang gemar memperkaya diri sendiri secara tidak halal. Dengan berbagai cara yang licik, orang-orang itu mengambil uang yang bukan hak mereka. Tentu saja uang itu mereka pakai untuk memperkaya diri sendiri, yakni agar mereka dapat bersenang-senang dan hidup dalam kemewahan. Pihak-pihak yang berniat membasmi korupsi dilihat sebagai batu sandungan, dan dengan segera akan mereka bungkam, persis seperti yang dialami Amos (Am. 7:12). Sungguh menyedihkan bahwa di negeri ini, koruptor berkeliaran dengan bebas, sementara pejuang anti korupsi justru dimasukkan ke penjara! Keadilan telah runtuh, hukum telah dipermainkan.
Lakukanlah sesuatu. Jika kita diam saja melihat hal ini, lebih lagi jika kita malah berada dalam satu barisan dengan para koruptor, ingatlah bahwa nubuat Amos akan berlaku pula bagi kita. Negeri ini perlahan-lahan akan hancur, tinggal menanti saat yang tepat saja.
Kepustakaan
Bergant, Dianne, dan Robert J. Karris (ed.). Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Groenen, C. Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Miller, John W. Meet the Prophets: A Beginner’s Guide to the Books of the Biblical Prophets. New Jersey: Paulist Press, 1987.
Simundson, Daniel J. Hosea, Joel, Amos, Obadiah, Jonah, Micah. Abingdon Old Testament Commentaries. Nashville: Abingdon Press, 2015.
Vawter, Bruce. Amos, Hosea, Micah. Delaware: Michael Glazier, Inc, 1981.