Melepaskan Ikatan

Senin, 2 Juli 2018 – Hari Biasa Pekan XIII

207

Matius 8:18-22

Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang. Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: “Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.” Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.”

Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.”

***

Harta milik dan ikatan keluarga merupakan dua hal yang sangat kuat pengaruhnya bagi seseorang. Fenomena lebaran yang terjadi setiap tahun di negara ini menjadi salah satu wujudnya. Orang berani meninggalkan kampung halaman, bahkan tanpa bekal keterampilan apa-apa, dengan tujuan untuk mencari pekerjaan. Namun juga kemudian, orang rela berdesak-desakan, berebut tiket, dan bermacet-macetan – puji Tuhan arus mudik tahun ini cukup lancar – kembali ke kampung halaman barang dua atau tiga hari untuk menemui keluarga.

Kepada seorang ahli Taurat yang hendak mengikuti-Nya, Yesus bersabda, “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Liang dan sarang merupakan tempat tinggal, tempat berlindung, tempat mendapatkan kenyamanan. Tempat tinggal atau kenyamanan ini terkait dengan harta kekayaan atau kepemilikan. Ini bisa disimpulkan dari pernyataan Yesus berikutnya, pernyataan yang menggambarkan situasi sebaliknya, “Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.”

Kepada salah seorang murid yang meminta izin untuk pergi menguburkan ayahnya, Yesus bersabda, “Ikutilah Aku dan biarkan orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.” Menguburkan orang tua merupakan bentuk penghormatan dan ketaatan seorang anak. Ketika anak tidak mempedulikan penguburan orang tua, padahal sebenarnya bisa, maka ia akan dianggap anak tidak berbakti, anak durhaka. Tindakan tidak ikut menguburkan orang tua menjadi lambang putusnya hubungan keluarga.

Memutuskan ikatan kenyamanan dalam harta milik dan ikatan keluarga ternyata menjadi syarat yang diajukan oleh Yesus kalau orang ingin mengikuti-Nya. Kalau kita ingin mengikuti Yesus “bertolak ke seberang,” kita harus berani memutuskan dua ikatan yang sangat berarti itu.