Dalam langkah yang kelima, klarifikasi, ada perbedaan perlakuan malaikat kepada Zakharia dan Maria. Malaikat bereaksi keras terhadap Zakharia dengan menekankan posisi dan statusnya. “Akulah Gabriel yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk berbicara kepadamu untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu. Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai hari ketika semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya kepada perkataanku yang akan dipenuhi pada waktunya” (Luk. 1:19-20). Kata-kata itu memperlihatkan suatu reaksi yang keras kepada Zakharia, seolah-olah ia telah melakukan suatu kebodohan yang sangat besar. Zakharia seolah-olah mempersoalkan otoritas malaikat dan perannya sebagai mediator.
Reaksi yang keras itu semakin aneh ketika kita bandingkan dengan reaksinya kepada Maria. Dalam kisah Maria, Gabriel tidak menekankan statusnya dan tidak pernah mengidentifikasikan dirinya. Sebaliknya, ia mengarahkan Maria untuk perlahan-lahan meyakini kabar yang disampaikannya. Ia seperti seorang ibu yang membimbing anaknya dengan kasih sayang dalam menghadapi kesusahan hidup. Kepada Maria diberitahukan, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Luk. 1:35-37). Gabriel tidak pernah mengungkapkan luapan emosi secara tiba-tiba meski Maria juga mengungkapkan keragu-raguannya mengenai kelahiran Yesus.
Langkah keenam, ketaatan kepada kehendak Allah. Dalam kisah Zakharia, kita tidak menemukan tanggapan Zakharia secara langsung. Zakharia tidak dapat berkata-kata sehingga tidak dapat meminta maaf kepada malaikat itu. Namun, pada akhirnya Zakharia memperlihatkan ketaatannya kepada Allah ketika “meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata: Namanya adalah Yohanes” (Luk. 1: 63). Ketaatan kepada kehendak Allah merupakan hal penting yang diperlihatkan Zakharia di tengah-tengah kebisuannya.
Berbeda dengan Zakharia, Maria langsung menunjukkan ketaatan iman kepada kehendak Allah. Setelah mendapat klarifikasi dari malaikat, Maria langsung berkata, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38). Ketika malaikat menjelaskan bahwa bukan tindakan manusiawi, tetapi kuasa Allah akan menyebabkan Maria mengandung dan melahirkan Yesus, Maria langsung menanggapinya dengan ketaatan iman. Ketaatan iman yang sama disampaikan oleh Anaknya sebelum kematian-Nya, “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk. 22:42).
(Bersambung)