Yohanes 15:9-17
“Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.
Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.”
***
Saya tidak pernah bosan membaca buku Tujuh Kebiasaan Remaja yang Sangat Efektif yang ditulis oleh Sean Covey. Pada halaman pertama buku itu, penulis mengajukan sebuah teka-teka yang menarik:
“Siapakah aku? Aku adalah teman tetapmu. Aku adalah penolongmu yang terbesar atau bebanmu yang terberat. Aku akan mendorongmu maju atau menyeretmu menuju kegagalan. Aku sepenuhnya tunduk kepada perintahmu. Sebagian hal yang kaulakukan mungkin sebaiknya kamu serahkan saja kepadaku, maka aku akan dapat melakukannya dengan cepat dan tepat.
Aku mudah diatur, kamu tinggal tegas terhadapku. Tunjukkan kepadaku bagaimana persisnya kamu ingin sesuatu itu dilaksanakan, dan setelah beberapa kali belajar, aku akan melakukannya dengan otomatis. Aku adalah hamba dari semua insan besar, dan sayangnya, juga hamba dari semua pecundang. Mereka yang besar telah kujadikan besar. Mereka yang gagal telah kujadikan pecundang.
Aku bukan mesin, walaupun aku bekerja dengan ketepatan seperti mesin ditambah intelegensi manusia. Kamu bisa menjalankan aku demi keuntungan atau demi kehancuran, tak ada bedanya bagiku.
Ambillah aku, latihlah aku, tegaslah terhadapku, maka aku akan meletakkan dunia di kakimu. Kendorlah terhadapku maka aku akan menghancurkanmu.
Siapakah aku? Aku adalah kebiasaan.”
Membaca Injil hari ini, secara spontan saya bertanya kebiasaan macam apa yang harus saya latih supaya semakin tinggal dalam kasih-Nya? Perintah-perintah semacam apakah yang harus saya turuti agar semakin tinggal dalam kasih-Nya? Sembari mencari jawaban yang pas untuk pertanyaan tersebut entah bagaimana saya tertarik untuk mendaraskan salah satu ayat ini, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.” Seperti Aku telah mengasihi kamu! Seperti Aku telah mengasihi kamu!
Mendaraskan berulang kali sabda itu, saya dibawa pada pengertian bahwa saya telah menyibukkan diri dengan kehendak untuk membuat ini, membuat itu. Namun, kesibukan itu sering kali malah menorehkan rasa kering. Saya jadi teringat pesan yang pernah disampaikan Paus Fransiskus. Ia menyatakan bahwa bahaya besar yang dihadapi manusia dewasa ini adalah kekeringan dan kegelisahan. Suara Bapa tidak lagi didengar, sukacita yang menenangkan dari kasih-Nya tidak lagi dirasakan, dan hasrat untuk melakukan yang baik menghilang. Dewasa ini, orang-orang sibuk mencari, sibuk mencintai, namun berujung pada ketersinggungan, kemarahan, dan kelesuan.
Karena itu, Bapa Suci mengajak semua umat kristiani untuk memperbarui perjumpaan personal dengan Yesus Kristus. Belajarlah untuk berani terbuka membiarkan diri dijumpai-Nya dan dikasihi-Nya. Inilah saatnya untuk mengatakan kepada Yesus, “Tuhan, aku telah membiarkan diri buta dan terjerat, telah ribuan kali membiarkan diri menjauh dari kasih-Mu. Kini sekali lagi aku datang untuk memperbarui perjanjianku dengan-Mu. Bawalah aku kembali ke dalam dekapan kasih-Mu. Ajarilah aku untuk belajar dicintai.”
Sekarang saya tahu, bukankah belajar untuk dicintai adalah kebiasaan yang sangat perlu untuk saya latih agar semakin tinggal dalam kasih-Nya?