Apakah Engkau Mencintai-Ku?

Senin, 30 April 2018 – Hari Biasa Pekan V Paskah

374

Yohanes 14:21-26

“Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Aku pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya.” Yudas, yang bukan Iskariot, berkata kepada-Nya: “Tuhan, apakah sebabnya maka Engkau hendak menyatakan diri-Mu kepada kami, dan bukan kepada dunia?” Jawab Yesus: “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia. Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firman-Ku; dan firman yang kamu dengar itu bukanlah dari pada-Ku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku.

Semuanya itu Kukatakan kepadamu, selagi Aku berada bersama-sama dengan kamu; tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”

***

Membaca Yoh. 14:21-26, imajinasi saya melayang pada percakapan Yesus dan Petrus ketika Yesus bertanya apakah murid-Nya itu mencintai-Nya. Saya membayangkan yang di hadapan Yesus adalah diri saya. Kira-kira demikianlah dialog antara Yesus dan saya.

Yesus: “Apakah engkau mencintai-Ku?”

Saya: “Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mencintai-Mu. Mengapa Engkau menanyakan itu?”

Yesus: “Aku tahu engkau mencintai-Ku, tetapi apakah cintamu itu sungguh-sungguh?”

Saya: “Ah, Tuhan! Kenapa Engkau meragukan cintaku? Tentu aku sungguh-sungguh mencintai-Mu.”

Yesus: “Apakah engkau sungguh sangat mencintai-Ku?”

Saya: “Tentu aku sungguh sangat mencintai-Mu. Setiap hari Minggu aku datang ke gereja untuk mendengarkan sabda-Mu dan menghadiri Ekaristi. Bukankah itu bukti bahwa aku mencintai-Mu? Bagaimana lagi aku harus menunjukkan cintaku kepada-Mu?”

Yesus: “Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku (Yoh. 14:21).”

Saya terdiam. Kata-kata Yesus itu sederhana, namun luar biasa menusuk relung hati ini. Saya teringat beberapa perintah-Nya tentang mengampuni, mencintai Allah dan sesama, berbelas kasih kepada yang miskin, memberi makan kepada yang lapar, mengunjungi orang yang sakit dan dipenjara, merendahkan hati, berdoa, memberi nasihat dan menegur yang bersalah, dan masih banyak lagi. “Ah, saya ini kan manusia biasa, jika saya tidak bisa melaksanakan perintah Yesus, Dia akan memakluminya,” demikian pikir saya. Kemudian saya pun membela diri di hadapan-Nya.

Saya: “Tuhan Yesus, ada banyak perintah-Mu yang belum aku laksanakan. Aku sadar itu. Bukankah aku ini manusia biasa? Daging itu lemah, bukan?”

Yesus: “Anak-Ku, daging memang lemah. Aku tahu bahwa tidak gampang bagimu untuk mengikuti perintah-perintah-Ku. Oleh karena itu, Aku meminta kepada Bapa untuk mengutus Roh Kudus. Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”

Saya kembali terdiam. Saya kemudian memejamkan mata dan berkata dalam hati:

“Tuhan, aku lemah. Engkau telah menunjukkan jalan bagiku, tetapi aku sering memilih jalan sendiri. Engkau mengutus Roh Kudus untuk mengingatkan dan menegurku, tetapi aku menutup telinga dan hatiku. Roh Kudus mengajarku melalui Gereja-Mu, tetapi aku tak memedulikannya. Roh Kudus berkata-kata dalam suara hati, tetapi aku memilih mendengarkan suara dunia. Roh Kudus menasihatiku melalui orang-orang di sekitarku, tetapi aku berkata, ‘Ah, mereka juga manusia!’ Tuhan, aku lemah!”

Ketika saya membuka mata, Yesus sudah lenyap dari pandangan.