Yohanes 13:16-20
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.
Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku. Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku.”
***
Saya suka sekali dengan lagu berjudul Here I Am Lord. Dulu, waktu SMA di seminari, kami menyanyikan lagu itu dalam momen kelulusan. Judulnya terinspirasi oleh kitab Yesaya dan kurang lebih berarti: “Ini aku Tuhan, utuslah aku.” Percaya bukanlah sikap diam. Percaya menuntut sebuah konsekuensi perwujudan. Iman berakhir dengan perutusan. Setiap orang yang percaya kepada-Nya diutus oleh-Nya. Ya, kita diutus untuk mewartakan Dia.
Teks Injil hari ini masih berasal dari Injil Yohanes. Yesus berkata, “Barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku.” Dengan pernyataan itu, Yesus tampaknya ingin menegaskan kepada para murid-Nya bahwa iman kepada-Nya menuntut untuk kesediaan diutus. Perutusan tersebut adalah perutusan untuk mewartakan Dia, yakni Yesus sendiri.
Siapa yang kita wartakan dalam keseharian kita, baik di tempat kita berkarya maupun dalam rutinitas kita? Diri kita sendiri? Kehebatan kita? Pencapaian kita? Hasil kerja kita? Sudahkah kita sungguh-sungguh berusaha mewartakan Yesus? Sudahkah kita berusaha menunjukkan bahwa yang hebat itu Allah, bukan kita?
Here I am, Lord. Ini aku, Tuhan, utuslah aku.