Menderita bersama Tuhan (5)

Markus 8:31-38

132

Dalam ingatan saya, bagian tersulit dalam hidup keluarga kami adalah setelah berpulangnya ayahanda ke pangkuan Bapa di surga pada tahun 2005. Kala itu, saya bersiap untuk melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Kondisi kesejahteraan kami yang sulit berlanjut hingga saya kuliah di sekolah pendeta (teologi). Beruntung, kakak sulung saya dan suaminya bisa menolong saya agar bisa kuliah. Dalam keseharian, saya hanya bergantung pada uang pensiunan pendeta yang seharusnya diterima oleh ibu saya, sementara untuk mencukupi kebutuhannya, ibunda bekerja sebagai juru kebersihan di sebuah kantor.

Terkenang sesekali pesan mendiang ayahanda: jual saja tanah-tanah kita jika memang kalian memerlukan uang untuk bisa sekolah. Tanah bagi mendiang tidak berbeda artinya dari apa yang dipercaya Wang Lung dalam The Good Earth. Kendati demikian, kerelaan untuk melepaskan apa yang sangat berharga baginya demi keberhasilan anak-anaknya tentu semakin memperkuat hasrat untuk mengalahkan keterbatasan dalam keluarga kami. Saya bertekad untuk bisa menyelesaikan studi saya dengan baik, demi masa depan yang lebih baik.

Di benak saya sebagai seorang mahasiswa kala itu, semua yang saya jalani adalah penderitaan. Mahasiswa yang masih sangat belia ini ingin lepas dari keterbatasan dan penderitaan. Namun, seiring berjalannya waktu, apakah tepat jika saya menyebut kesulitan-kesulitan itu sebagai penderitaan? Seiring dengan waktu, saya pun bertanya-tanya, “Apakah saya telah menyempitkan penderitaan hanya pada keterbatasan ekonomi, penderitaan yang mungkin saya ubah dengan kerja keras?” Apalagi yang dulu saya anggap sebagai penderitaan adalah karena kami tidak mampu menjadi seperti orang lain. Hal ini tersirat dalam ungkapan dalam Bahasa Maanyan:[1] Hamen pada sameh kala wangun ulun, yang artinya: “Ingin juga sama seperti keadaan orang lain.”

(Bersambung)

[1] Bahasa ibu bagi saya. Bahasa ini adalah salah satu bahasa Dayak yang dituturkan terutama di daerah Barito Timur dan Barito Selatan, Kalimantan Tengah.