Dari ayat-ayat itu pernah timbul gagasan teologis bahwa Kristus menderita dan mati menggantikan kita (substitutionary atonement), bahwa Ia mati sebagai “kurban pengganti” untuk mendamaikan orang berdosa dengan Allah. Apakah Yes. 53 dan kutipannya (misalnya dalam 1Ptr. 2:24; 3:18, atau acuan-acuan serupa misalnya dalam Mrk. 10:45 dan 14:24) memang perlu diartikan demikian dan mendukung gagasan bahwa Yesus menderita dan mati menggantikan kita yang berdosa ini?
Gagasan substitusi tidak eksplisit dalam Yesaya dan Perjanjian Baru, tetapi baru muncul – dalam pelbagai versi – pada Bapa-Bapa Gereja dan lebih dikembangkan dalam teologi abad pertengahan (terutama Anselmus dari Canterbury) dan bertahan dalam sebagian teologi zaman modern. Menurut banyak penafsir masa kini, dalam Injil-injil dan juga surat-surat Paulus belum ditemukan pengertian bahwa Yesus menderita dan mati menggantikan orang yang berdosa. Gagasan itu bahkan dinilai riskan, mudah menimbulkan salah pengertian, seolah-olah orang-orang yang bersalah bebas dari segala tanggung jawab, dan penderitaan mereka sendiri tidak memiliki nilai penyelamatan.
Acuan-acuan kepada Hamba Tuhan yang memikul kesengsaraan kita dalam tafsir mutakhir cenderung diartikan lain, yakni bahwa Yesus menderita dan mati bersama atau dalam solidaritas dengan manusia yang susah dan berdosa. Solidaritas itu sudah tampak sepanjang masa pelayanan Yesus yang selalu setia kawan dengan orang-orang yang menderita dan berdosa. Karena diutus Bapa untuk menunjukkan belas kasihan terhadap orang-orang yang susah dan bersalah, yang mana menantang pihak berwibawa yang mengucilkan orang-orang lemah dan berdosa, Yesus dimusuhi, ditolak, menderita, dan akhirnya dibunuh.
Yesus hidup dan mati untuk/demi (dan bukan menggantikan) orang lain. Ia setia kawan dengan mereka yang tidak selamat, dan mengantar mereka kepada kehidupan yang lebih utuh. Karya penyelamatan Allah melalui pelayanan dan penderitaan Yesus tidak mengganti andil kita, sebaliknya diteruskan dalam pelayanan dan penderitaan para rasul dan jemaat mereka. Pengikut-pengikut Yesus bukan cuma menikmati buah kematian Yesus yang menyelamatkan, tetapi meneruskan dan menggenapi misi Yesus yang menyelamatkan dalam pelayanan mereka. Pencobaan-pencobaan yang mereka alami menyuburkan perutusan mereka. Sebagai contoh, kita akan melihat sejenak penderitaan Rasul Paulus.
(Bersambung)