Spiritualitas Ziarah Menurut Perjanjian Lama (9)

149

Memohon dan bernazar

Ada banyak hal dalam kehidupan manusia yang berada di luar kekuasaan mereka. Kadang mereka memerlukan sesuatu yang tidak dapat mereka penuhi sendiri. Kadang mereka menghadapi persoalan yang tidak dapat diatasi. Menghadapi hal-hal seperti itu orang pergi kepada Yang Mahakuasa dan Mahakasih untuk memohon pertolongan dan bantuan. Tempat ziarah menjadi salah satu tempat di mana orang dapat menyampaikan semua itu kepada Tuhan. Untuk “meyakinkan” Tuhan, permohonan sering kali disertai dengan nazar. Ketika permohonan telah dikabulkan, orang itu akan kembali ke tempat yang sama untuk menyampaikan syukur dan untuk memenuhi nazarnya.

Hana, perempuan yang melahirkan Semuel, dikenal mandul (1Sam. 1:5). Ia harus menanggung derita penghinaan karena tidak dapat melahirkan anak (1Sam. 1:6-7).[1] Dalam suatu kesempatan ziarah di Silo, Hana berdoa kepada Tuhan sambil menangis tersedu-sedu. Ia membawa kepedihan hatinya kepada Tuhan. Dengan sungguh-sungguh, ia memohon agar Tuhan memperhatikan kesengsaraan yang dialaminya itu. Kepada Tuhan, ia mengucapkan nazar: Jika Tuhan mendengarkan doanya dan memberikan kepadanya seorang anak laki-laki, ia akan mempersembahkan anak itu seumur hidup kepada Tuhan. Setelah Tuhan memenuhi permohonannya dengan memberinya seorang anak laki-laki, Hana pun memenuhi nazarnya. Setelah anaknya itu disapih, Hana mengantarkannya ke rumah Tuhan di Silo dengan membawa seekor lembu jantan yang berumur tiga tahun, satu efa tepung, dan sebuyung anggur.

Yakub membawa keluarganya berziarah ke Betel untuk memenuhi nazar yang telah diucapkannya di tempat itu. Dalam perjalanannya ke rumah pamannya, Yakub telah mengucapkan nazar di hadapan Tuhan, yakni di Betel, tempat ia mendapatkan mimpi, bahwa Tuhan akan menjadi Allahnya, batu yang didirikannya pada waktu itu akan menjadi rumah Allah, dan sepersepuluh dari segala yang diberikan Tuhan akan dipersembahkan kepada-Nya bila Tuhan menyertainya, memberikan kesejahteraan, sampai ia selamat kembali ke rumah ayahnya (Kej. 28:20-22). Semua yang diminta Yakub sudah dipenuhi oleh Tuhan, dan kini Tuhan memintanya untuk memenuhi nazarnya di tempat dahulu Ia menjumpainya. Yakub pun membangun mezbah dan mempersembahkan kurban di tempat itu. Kurban persembahan itu merupakan ungkapan bahwa ia mengakui TUHAN yang telah melindunginya sebagai Allah yang ia sembah.

(Bersambung)

 

[1] Bagi seorang perempuan Israel, tidak mempunyai anak dirasakan sebagai suatu aib besar (bdk. Kej. 30:1). Seorang istri yang tidak dapat melahirkan sering kali menjadi alasan bagi snag suami untuk mengawini perempuan lain (poligami). Seorang istri mandul yang mencintai suaminya bisa jadi akan mengusulkan kepada suaminya itu agar menikah lagi untuk mendapatkan keturunan (bdk. Kej. 16:1-3).