Ziarah: Menghadap hadirat Allah
Orang-orang yang percaya kepada Allah mengunjungi tempat-tempat khusus untuk menghadap hadirat Allah. Karena itu, orang harus sungguh-sungguh mempersiapkannya, seperti yang tampak dalam Kej. 35:1-5, yang menggambarkan ziarah Yakub ke Betel. Persiapan dilakukan oleh Yakub dan keluarganya untuk membuat diri mereka bersih karena mereka akan menghadap Allah yang kudus. Semua persiapan ini dilakukan agar mereka pantas menghadap Allah dan kehadiran mereka diterima oleh-Nya.[1]
Untuk apa sebenarnya umat beriman dalam Perjanjian Lama mengunjungi tempat-tempat suci dan menghadap hadirat Allah? Ada beberapa hal yang dapat saya sampaikan berkaitan dengan hal ini.
Merayakan pesta-pesta keagamaan
Setiap laki-laki dari bangsa Israel memiliki kewajiban untuk menghadap ke hadirat Tuhan tiga kali dalam setahun (Kel. 23:14). Tiga kesempatan menghadap Tuhan ini menunjuk pada tiga perayaan yang harus dirayakan dalam satu tahun (Kel. 23:14-19), yakni:
(a) Hari Raya Roti Tidak Beragi, dirayakan selama tujuh hari setelah Paskah.[2] Selama tujuh hari semua ragi disingkirkan dari dalam rumah dan selama itu pula orang makan roti yang tidak diberi ragi. Kebiasaan ini mengingatkan mereka pada saat nenek moyang mereka harus meninggalkan Mesir dengan tergesa-gesa, sehingga terpaksa mengangkat adonannya sebelum diragi (bdk. Kel. 12:34, 39).
(b) Hari Raya Tujuh Minggu (bdk. Kel. 34:22). Hari raya ini merupakan perayaan panen, mengakhiri pesta musim panen gandum, yang kemudian dihubungkan dengan pemberian Hukum Taurat di Gunung Sinai. Karena dirayakan tujuh minggu (Ul. 16:9) atau lima puluh hari (Im. 23:16) sesudah Paskah, pesta ini dalam bahasa Yunani disebut Pentakosta (Tob. 2:1).
(c) Hari Raya Pondok Daun (Ul. 16:13; Im. 23:34), merupakan perayaan pemetikan buah-buahan di musim gugur, pada akhir musim buah-buahan. Selama perayaan itu orang tinggal di gubuk-gubuk yang dibuat dari ranting-ranting dan didirikan di kebun anggur di musim pemetikan; pondok-pondok itu mengingatkan umat Israel yang dahulu berkemah di padang gurun (Im. 23:43).
Pada hari-hari raya itu semua orang laki-laki pergi mengunjungi tempat-tempat suci[3] untuk merayakannya menurut ketetapan yang berlaku. Semua dilakukan dalam suasana penuh kegembiraan karena mengenangkan karya penyelamatan Allah di masa lampau. Mereka menghadirkan kembali peristiwa-peristiwa tersebut. Di hadapan Allah sendiri, yakni di tempat-tempat suci itu, mereka memuji Allah yang telah menyelamatkan mereka. Para nabi sering kali mengkritik pesta-pesta ziarah dalam kritik mereka terhadap ibadat pada umumnya (Yes. 1:14-15; Am. 5:21; Mal. 2:3). Kritik mereka tidak ditujukan pada pesta ziarahnya sendiri, tetapi pada sikap dan perilaku mereka yang merayakannya. Zakharia bahkan menubuatkan bahwa para bangsa akan berziarah ke Yerusalem untuk menyembah Tuhan dan merayakan pesta (Za. 14:16-18).
(Bersambung)
[1] Pembersihan yang harus mereka lakukan ini mencakup tiga hal: (a) penolakan dewa-dewa asing (ay 4); (b) penahiran diri yang dilakukan dengan membasuh tubuh atau mandi (Kel. 29:4; 30:18-21; Im. 15:5,6; 16:4; 17:5; 22:6) dan dengan tidak bersetubuh (Kel. 19:15); (c) mengganti pakaian yang mereka kenakan dengan pakaian yang baru atau yang bersih (Kel. 19:10, 14).
[2] Paskah dirayakan pada tanggal 14 Abib; Roti Tak Beragi dirayakan pada tanggal 15-21 pada bulan yang sama.
[3] Ketiga perayaan ini baru mulai dirayakan setelah Israel menetap di Kanaan. Dalam penanggalan Kel. 23 dan 34 tidak ada tanggal yang ditetapkan. Sebab, penanggalan-penanggalan itu berasal dari zaman waktu ibadat belum berpusat di Yerusalem. Orang dapat merayakan pesta-pesta tersebut di tempat-tempat suci setempat sesuai dengan kemajuan pekerjaan di ladang di daerah masing-masing.