Spiritualitas Ziarah Menurut Perjanjian Lama (1)

219

Umat Kristen sudah terbiasa dengan nama-nama Betlehem, Nazaret, Yerusalem, Golgota, dan lain-lain. Namun, mendengar tidak sama dengan melihat. Tidak cukup hanya mendengar, orang ingin juga melihatnya. Dengan segala kemudahan yang dimiliki, banyak orang telah pergi ke tempat-tempat suci orang Kristen itu, tempat-tempat di mana Allah yang menjadi manusia pernah menginjakkan kaki-Nya. Untuk apa? Untuk sekadar melihatnya, atau adakah yang lebih penting daripada itu?

Dalam artikel ini, saya akan menguraikan semangat awal yang mendasari kegiatan yang sekarang kita kenal sebagai ziarah. Uraian ini akan didasarkan pada Perjanjian Lama, tempat kita dapat menelusuri praktik kegiatan ini di awal sejarah iman kita. Saya akan mengawali uraian ini dengan melihat bagaimana pandangan Perjanjian Lama tentang kehadiran Allah.

Allah itu jauh tak terhampiri, namun sekaligus sangat dekat dengan manusia. Manusia dapat menjumpai Allah yang demikian lewat sarana-sarana kehadiran-Nya di dunia. Sarana-sarana ini berwujud barang, tempat, dan manusia. Ziarah merupakan cara manusia untuk menjumpai Allah yang hadir di dunia ini untuk berkomunikasi dengan-Nya.

(Bersambung)