Akhirulkalam
Kondisi tanah Israel telah membuat umat Israel sangat sadar akan nilai luhur air untuk kehidupan mereka dan seluruh alam di sekitar mereka. Karena air tidak mengalir secara berlimpah-limpah di negeri mereka (kebalikan dari Taman Eden, Kej. 2:10-14), orang Israel senantiasa harus menantikan air sebagai anugerah Tuhan yang diberikan-Nya melalui hujan dari atas dan mata air serta sumur dari bawah. Apa yang dianugerahkan Tuhan mereka kelola dan simpan untuk keesokan hari; mereka pelihara agar tetap bersih dan berguna.
Perhatian dan kecermatan itu sangat diperlukan sebab tanah Israel hanya kebagian air yang secukupnya saja, bahkan sering kekurangan, kendati bumi dipandang berada di tengah suatu samudra raya yang ada di atas maupun di bawah. Dalam 2Ptr. 3:5 dikatakan: “Oleh firman Allah … bumi dijadikan dari air dan melalui air.” Artinya, bumi hanya berada selama firman Tuhan membelah lautan purba dan menahan gelora gelombangnya. Karena itu, Israel tidak hanya memohon air yang secukupnya dari Tuhan, tetapi juga mengharapkan perlindungan-Nya terhadap kekuatan dahsyat samudra purba itu.
Ambiguitas atau makna ganda air telah membantu umat Tuhan untuk membentuk pandangan hidup mereka. Di satu sisi, kekurangan air atau banjir air yang mengancam kehidupan menjadikan mereka waspada dan mengundang mereka untuk hidup secara benar dan tahir. Mereka yakin, air itu akan membinasakan musuh-musuh Tuhan. Bagi Paulus, juga musuh Tuhan yang ada di dalam dirinya sendiri, yakni manusia lama yang dikuasai dosa, dibinasakan dalam air baptisan; kedosaan pun dihapus dalam air yang menjernihkan. Di sisi lain, air pun sumber kehidupan. Air yang menghidupkan serta menumbuhkan makhluk-makhluk fisik dan alam diyakini pula sebagai lambang daya kekuatan yang menumbuhkan hidup sejati dan kekal, sebagai lambang Roh yang menghidupkan dan menyucikan, sebagai lambang Allah sendiri yang adalah sumber air hidup bagi umat-Nya.
Pandangan hidup umat dalam Alkitab, pandangan yang begitu erat kaitannya dengan pengalaman mereka akan air, kiranya tetap aktual bagi kita sekarang. Kendati dunia kita sudah sangat berubah, air tetap berperan sentral di dalam pandangan dunia modern. Tanpa helium dan oksigen (yang berarti air) tidak akan terbentuk galaksi-galaksi, sistem matahari, dan khususnya planet bumi serta segala yang hidup di atasnya. Dua per tiga pemukaan bumi ditutupi air asin yang merupakan 97% dari seluruh persediaan air di bumi, yang sayangnya tidak dapat diminum. Namun berkat penguapan air laut, tanah yang kering ditutupi awan, dicurahi air hujan, dilintasi sungai-sungai air tawar, dan diberkati dengan air tanah yang menjadi sumber air kita.
Beberapa masalah air yang dihadapi masyarakat Israel kuno semakin kuat dihadapi oleh kita sekarang. Sungguh mengejutkan bahwa manusia abad 21 masih dan akan semakin menghadapi masalah kekurangan air tawar, dan serentak juga akan menghadapi ancaman air yang berlebihan dan kelewat batas. Dalam proses perubahan iklim dan pemanasan bumi yang masih berlanjut terus, wilayah-wilayah bumi yang sangat luas akan semakin kekurangan air hujan, air tawar, air minum, sedangkan pada saat yang sama air laut dapat naik beberapa meter karena es Kutub Utara dan Selatan sedang mencair, sehingga kehidupan dua miliar manusia dan banyak makhluk hidup lain di wilayah-wilayah pantai terancam oleh air bah yang besar. Wilayah hunian di bumi akan berkurang sementara jumlah penghuninya bertambah banyak dan makin padat.
Dalam menghadapi, menyikapi, dan menanggulangi masalah besar kekurangan dan kelebihan air dewasa ini, segala usaha kita membutuhkan landasan kuat, yakni pengharapan umat dalam Alkitab. Bersama mereka, kita hendaknya berjuang dalam keyakinan dan pengharapan bahwa Allah bertekad memberikan air yang secukupnya kepada semua makhluk, sementara Ia tetap bertekad melindungi segala yang hidup terhadap pengulangan air bah yang membinasakan. Kalau kita memiliki keyakinan biblis itu, perjuangan kita untuk keselamatan bumi akan lebih kuat. Kita akan mampu mengadakan pertobatan ekologis dan memotivasi sesama masyarakat untuk berbalik dari cara hidup yang menjadi sebab langsung kehancuran bumi, termasuk air dan lautnya, dewasa ini.
Manusia modern yang makin miskin akan simbol religius hendaknya dapat menghayati kembali Allah sebagai sumber air yang hidup, dan mengalami bagaimana Roh ibarat mata air yang terus memancar dalam dirinya. Pengalaman seperti itu memberi kita suatu komitmen baru terhadap bumi dan suatu kekuatan baru untuk menjadi pembela bumi. Hendaknya kita menjadi nabi yang tidak lesu mengajak sesama masyarakat untuk memperbarui cara hidup agar menjadi ramah lingkungan, ramah terhadap bumi dan persediaan airnya.***