Obituarium: Rm. Wim van der Weiden MSF (1936-2017)

336

Rm. Wim van der Weiden MSF lahir di Waalwijk, Belanda pada tanggal 5 April 1936. Ia masuk Kongregasi Para Misionaris Keluarga Kudus (MSF, Missionarii a Sacra Familia) tanggal 8 September 1955 di Nieuwkerk. Setelah menjalani studi dan formasi sebagai seorang religius, tanggal 8 September 1958 ia mengikrarkan kaul kekal sebagai seorang religius MSF di Oudenbosch. Rahmat tahbisan imamat ia terima tangga 23 Juli 1961 di Oudenbosch.

Romo Wim, demikian ia akrab dipanggil, sedari usia muda mendedikasikan hidupnya untuk mendalami Kitab Suci. Ia menyelesaikan studi teologi di Universitas Kepausan Gregoriana, Roma pada tahun 1963. Tahun 1963-1966, ia mendalami studi Kitab Suci di Institut Kepausan Biblicum, Roma sampai menyelesaikan program licenciat. Ia terus menjalankan studi doktorat di institut yang sama. Tahun 1966-1967, Romo Wim mengadakan pendalaman Kitab Suci ke Yerusalem (PIB) dan Paris (Institut Catholique). Pada akhir tahun 1968, ia menyelesaikan studi doktorat untuk Kitab Suci di Institut Biblicum, Roma.

Beberapa saat sebelum menyelesaikan program doktoratnya, Romo Wim mendapat tawaran untuk mengajar di sebuah universitas ternama di Eropa. Tawaran itu ia tanggapi dengan berkata, “Mencari pengajar Kitab Suci yang andal di Eropa tidak sulit, tetapi siapa yang mau pergi untuk mengajar Kitab Suci di Indonesia?” Ia lalu memilih untuk pergi ke Indonesia dan tetap berkarya di negeri ini sampai akhir hayatnya. Tepat sebulan sebelum mempertahankan disertasinya, Romo Wim mendapat hadiah pada malam Pesta Santo Nikolaus. Hadiah itu berasal dari Kardinal Justinus Darmojuwono, berupa sebuah permintaan untuk mengajar Kitab Suci di IFT (sekarang FTW) Kentungan, Yogyakarta. Romo Wim kerap menyebut ini sebagai salah satu hadiah terindah dalam hidupnya. Dengan permintaan untuk bertugas di Yogyakarta ini, ia seakan sudah tiba di “tanah misinya,” suatu hal yang telah ia impikan sejak masa kecil.

Pada bulan Oktober 1969, Romo Wim tiba di Indonesia. Segera saja ia mulai mengajar Kitab Suci di Institut Filsafat dan Teologi (IFT)  Wedhabakti, Kentungan, Yogyakarta. Ia menekuni tugasnya mengajar di sana sampai tahun 2015. Romo Wim demikian bahagia menjalankan tugasnya sebagai dosen Kitab Suci di situ, juga di berbagai pulau di Indonesia. Sedemikian besar sukacitanya sebagai pengajar, ia menuturkan dalam buku Rekam Jejak Kawula Werda MSF (2004), “Tidak satu hari pun saya menyesal bahwa saya telah datang ke sini. Tidak selalu enak, tidak selalu mudah, tetapi tahun-tahun di sini merupakan tahun yang paling bahagia dari hidupku. Memberi kuliah merupakan suatu kesenangan, setiap hari kembali.”

Tuhanlah yang memilih jalan hidup bagi Romo Wim. Awalnya Romo Wim sekadar ingin menjadi misionaris di tanah misi, tetapi Tuhan menghendaki dia agar menekuni Kitab Suci dan membantu ribuan orang menekuni Kitab Suci. Tuhanlah yang memilih Romo Wim untuk Indonesia. Benar sekali moto tahbisannya, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap” (Yoh. 15:16).

Pada saat ia merayakan pesta emas imamatnya, Romo Wim melihat bahwa buah melimpah itu sungguh nyata. Saat itu ia menceritakan bahwa sejauh ini ia sudah mengajar sekitar dua ribu imam, tiga puluh uskup, dan satu kardinal. Sukacitanya dalam mengajar sangat besar, dan ini dia imbangi dengan sikap siap sedia untuk belajar. Romo Wim ingat betul kata-kata Paus Yohanes XXIII yang pernah berkata kepadanya agar terus-menerus belajar, “Sebab seorang dosen pengajar Perjanjian Lama nanti akan cepat menjadi tua kalau tidak terus belajar.”

Selain bertugas sebagai pengajar Kitab Suci di Yogyakarta, Romo Wim juga dipercaya untuk menjalankan berbagai tugas, seperti Superior Propinsial MSF Jawa (1974-1976), Wakil Ketua MASI (1975), Wakil Ketua Dewan Penyantun IFT (1977), Dekan Teologi IFT (1979), Anggota Badan Pengurus LBI (1982), dan Superior Jenderal Kongregasi MSF (1995-2007).

Sejak beberapa tahun terakhir ini, kesehatan Romo Wim menurun. Ia banyak mengurangi aktivitasnya, termasuk kebiasaan berjalan kaki dan bersepeda. Tahun 2017 ini kesehatannya sangat menurun. Beberapa waktu yang lalu ia mendapatkan perawatan di Rumah Sakit St. Elisabeth, Semarang. Setelah membaik, ia minta kembali ke Yogyakarta. Kurang dari seminggu di Yogyakarta, pada hari Minggu, tepatnya pada Hari Raya Yesus Kristus Raja Semesta Alam (26 November 2017), Romo Wim van der Weiden MSF dipanggil Tuhan pada pukul 07.50 WIB, pada usia 81 tahun. Romo Wim dimakamkan hari Senin (27 November 2017) di Sasana Golgota, kompleks Biara Nazareth, Jl. Kaliurang Km. 7,5 Yogyakarta.

Selamat jalan Romo Wim, terima kasih atas segala karya dan keteladanannya. Selamat menikmati kebahagiaan abadi dalam perjamuan di surga bersama Bapa.***